Sepakat Tak Sepakat Merah Putih Tetap Berkibar
Apa yang terjadi jika Paket Bali di Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 World Trade Organization (WTO) betul-betul deadlock? Gagal disepakati? Tidak menemukan kata akur? Dan India tetap menolak meratifikasi poin-poin penting di bidang pertanian itu?
Kiamatkah? Apakah itu menciderai Indonesia, sebagai tuan rumah Ministerial Conference ini? Atau Indonesia semakin kehilangan muka di WTO 2013? Mungkinkah re-negosiasi atau mengulur waktu untuk lobi ke tingkat yang lebih tinggi? Di level kepala negara, misalnya? Chairman KTM ke-9 WTO Bali, Gita Wirjawan masih belum menyerah untuk menemukan koordinat titik temu agar komitmen Bali menjadi langkah penting mengawal Agenda Doha.
“Sekali lagi, Paket Bali ini bukan lagi ditentukan oleh keahlian atas isu-isu teknis, tetapi bergantung pada political will, atau kemauan politik dari negara yang bersangkutan agar menyentuh garis finish. Semua urusan teknis sudah terselesaikan,” ungkap Gita yang juga Menteri Perdagangan RI itu.
Perdagangan dan politik, itu dua hal yang tak bisa dipisahkan, sejak zaman Romawi dan Yunani Kuno. Ibarat air dengan ikan. Misi perdagangan, system perdagangan, arah dan tujuan berdagang, semua dipengaruhi oleh politik. Di era penjajahan Belanda dan Jepang, sejarahnya juga sama. Diawali dari berdagang, soal supplay dan demand atas komoditas barang dan jasa, akhirnya ada keinginan untuk menguasai. Karena itu pula, VOC, hadir dan begitu kental dalam sejarah penjajahan Belanda di Indonesia.
Perang Teluk, yang berlangsung puluhan tahun, jika dirunut dari latar belakangnya juga sama. Soal perdagangan energi yang berbasis pada minyak bumi, dan berimbas kuat pada konflik politik regional dan internasional. WTO, dengan anggota 159 negara –bulan depan bertambah satu negara, Yaman, yang sudah disetujui untuk bergabung di 9th Ministerial Conference WTO Nusa Dua ini--, memang dimaksudkan untuk mengatur perdagangan multilateral, perdagangan global yang lebih adil, fair, dan memberi benefit ke semua kelompok negara secara sehat.
WTO, yang bermarkas di Geneva, Swiss itu, organisasi internasional yang berdiri 1 Januari 1995, memerankan diri sebagai pengawas banyak kesepakatan dan mendefinisikan aturan perdagangan antar anggotanya. Bagi Indonesia, sebagai tuan rumah KTM ke-9 WTO 2013 ini, tetap bermakna strategis. Apapun keputusan yang besok (hari ini, red) akan disepakati. “Kami sudah well organize,” kata Gita, yang bahkan mungkin penyelenggaraan konferensi internasional ini terbilang yang terbaik selama ini.
Sejak hari kedua, dan kemarin (hari ketiga, red), hampir semua menteri dan delegasi perwakilan negara, memuji pelaksanaan konferensi ini. Selain memuji eksotisme Pulau Bali yang menjadi tempat KTM. Kemarin, dari Zimbabwe, Myanmar, Belanda, Polandia, Kongo, Srilanka, Portugal, Dominika, Karibia, Angola, Albania, Finlandia, Bangladesh, Guatemala, Senegal, Panama, Fiji, Cyprus, Venezuela, semua mengawali pidatonya dengan apresiasi positif terhadap Gita Wirjawan, Chairman KTM ke-9 WTO, Negara Republik Indonesia sebagai tuan rumah, dan Roberto Azevedo, Dirjen WTO.
Di hari kedua, pujian atas pelayanan tuan rumah Indonesia juga muncul dari Singapore, Swiss, USA, Qatar, Meksiko, Hongkong, Chile, Nigeria, Nepal, Uni Eropa, China, Maroko, termasuk India. Juga Brazil, Australia, Costarica, Mesir, Rwanda, Brunei Darussalam, Canada, Jamaica, Rusia, Madagaskar, Argentina, Turki, Jerman dan lainnya. Ini juga karena Indonesia dan Bali Nusa Dua Convention Center sudah puluhan kali menjadi tuan rumah konferensi Internasional. Terakhir Konferensi Tingkat Tinggi APEC 2013, yang menghadirkan 20-an Kepala Negara.
Masyarakat Bali bukan hanya welcome atas KTM itu. Mereka bahkan turut terlibat secara emosional, agar KTM ini sukses dan menghasilkan komitmen yang bermanfaat bagi dunia. Sampai-sampai, sekitar 750 orang yang tergabung dalam Elemen Semeton Bali melakukan doa bersama di Wantilan DPRD Bali, untuk kedamaian dan kelancaran KTM ke-9 itu. Ini setelah hari kedua, ada unjuk rasa yang masuk ke lobi BNDCC. Koordinator doa bersama, Made Derik Jaya menyebut acara itu juga untuk menjaga agar Bali sebagai tujuan wisata terbaik di Indonesia tetap kondusif untuk acara-acara konferensi.
Apa yang terjadi jika Paket Bali di Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 World Trade Organization (WTO) betul-betul deadlock? Gagal disepakati?
- Mengenang Thomas Stanford Raffles, Perintis Resident Court Dalam Sistem Juri di Hindia Belanda
- Menolak Lupa!: Pentingnya Pilkada Langsung Dalam Kehidupan Demokrasi Bangsa Indonesia
- Mengkaji Wacana Wadah Tunggal KPK Dalam Pemberantasan Korupsi
- Quo Vadis Putusan MK Soal Kewenangan KPK Dalam Kasus Korupsi TNI: Babak Baru Keterbukaan & Kredibilitas Bidang Militer
- Menelusuri Jejak Pelanggaran Etika Bisnis: Pinjaman Online Ilegal
- Menenun Asa di Langit Biru: Merajut Masa Depan dengan Udara Bersih