Sepakat Tak Sepakat Merah Putih Tetap Berkibar
Kedua, kata dia, di KTM ke-9 WTO ini LDC’s atau Negara-negara terbelakang dan sedang berkembang semakin punya power. Semakin dihargai, semakin dihormati, semakin didengar oleh negara-negara maju. Selama ini, WTO dikenal hanya menguntungkan negara berkapital besar, sampai-sampai ada istilah empat kubu besar, Amerika Serikat, Jepang, Kanada, dan Uni Eropa. “Kini negara-negara miskin pun punya nilai tawar yang kuat agar mereka tetap dilindungi sustainibilitas-nya dalam perdagangan global,” ungkap Gita. Karena itu KTM WTO ini tetap bermakna strategi bagi Republik Indonesia.
Ketiga, Bali semakin dikenal dalam peta pariwisata dunia. Lebih dari 1.500 tamu dari lebih dari 159 negara hadir di konferensi ini. Lebih dari 1000 jurnalis melaporkan jalannya persidangan dari Nusa Dua. Bukan hanya melaporkan peristiwa KTM itu sendiri, tapi juga menceritakan bagaimana Bali? Tentu, akan lebih banyak orang yang tahu Bali, dan Pulau Dewata ini semakin banyak dipromosikan. Karena itu, hasil apapun, sepakat tak sepakat, Indonesia tetap mendapatkan poin positif.
Keempat, KTM ke-9 WTO Bali ini adalah langkah penting, untuk mencairkan kebekuan selama 12 tahun Agenda Doha yang terkatung-katung. Dua tahun menyiapkan Paket Bali dan tiga poin (pertanian, fasilitasi perdagangan, dan pembangunan negara berkembang dan miskin ini, red) menunjukkan komitmen Indonesia yang kuat dalam mewujudkan perdagangan multilateral. “Jika terjadi kesepakatan, diperkirakan perdagangan dunia akan meningkat USD 1 Triliun, hampir setara dengan Product Domestic Bruto (PDB) Indonesia,” kata Roberto Azevedo, Dirjen WTO asal Brazil itu.
“Saya sangat percaya, apa yang kami lakukan di sini tidak akan menyebabkan satu orang petani di manapun akan dirugikan. Sebaliknya, apabila kita tidak mencapat kesepakatan Paket Bali, maka petani di negara sedang berkembang akan menjadi looser (kalah, red). Mereka bukan pemenang,” lanjut Roberto. (*)
Apa yang terjadi jika Paket Bali di Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 World Trade Organization (WTO) betul-betul deadlock? Gagal disepakati?
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Kaleidoskop: Penegakan Hukum Indonesia Tahun 2024
- Manipulasi Nilai, Antara Realitas Pendidikan dan Pencarian Kebenaran
- Meraih Peluang Ekonomi di Tahun 2025
- Refleksi Akhir Tahun 2024 Tentang Penegakan Hukum di Indonesia
- Darurat Penyelamatan Polri: Respons Terhadap Urgensi Pengembalian Reputasi Negara Akibat Kasus Pemerasan DWP 2024
- Mengenang Thomas Stanford Raffles, Perintis Resident Court Dalam Sistem Juri di Hindia Belanda