Seperti Manusia, Dialek Bahasa Hewan Ternyata juga Berubah
Kamis, 23 Oktober 2014 – 17:00 WIB
Nigel, seekor burung beo abu-abu Afrika pekan lalu menjadi sorotan seantero dunia karena didapati bisa berbahasa Spanyol, setelah hilang selama empat tahun dari pemiliknya yang kelahiran Inggris di California. Pakar Lingkungan dari Australia mengatakan seperti halnya manusia, binatang juga ternyata mengalami apa yang disebut ‘Evolusi Kebudayaan’. Burung beo abu-abu Afrika seperti Nigel memang dikenal sebagai salah satu jenis burung yang paling mampu belajar bahasa manusia, meski demikian semua burung memiliki aksen dan dialek mereka masing-masing. Pakar Lingkungan Kota dari Universitas Melbourne, Dr Kirsten Parris, mengatakan burung-burung juga menjalani ‘Evolusi Budaya’ seperti manusia. "Ketika seorang bayi burung dilahirkan dia juga tidak tahu bagaimana caranya bernyanyi, dia belajar dari mendengarkan burung-burung lain disekitarnya,” katanya. "Dan seiring waktu berlalu, pada manusia kata-kata yang diucapkannya mengalami perubahan yang sangat lambat mulai dari cara penggunaan hingga bagaimana pelafalan kata tersebut, dan proses yang sama juga terjadi pada burung. "Semakin lama burung itu terpisah, semakin berbeda suara-suara yang terdengar di dalam kelompoknya,” Dr Parris mengatakan burung-burung yang tinggal di wilayah perkotaan, misalnya saja, perlu berteriak lebih keras agar suaranya bisa mengalahkan suara kebisingan lalu lintas kendaraan. Dari risetnya juga diketahui kalau burung-burung di wilayah perkotaan turut menyesuaikan panggilan mereka kepada sesame burung yang lain melalui di gelombang suara atau frekuensi yang lebih tinggi, karena kebanyakan kebisingan lalu lintas menggunakan frekuensi rendah. "Penyesuaian itu ditunjukan dalam beberapa kasus dimana burung ketika berada di kawasan yang sangat bising, seperti ketika berada di sisi jalan raya, dan kesulitan menarik perhatian burung jantan atau mencoba untuk menjaga hubungan dengan pasangan jantannya,” kata Dr. Perish. Pakar Perilaku Binatang dari Universitas Australia Selatan, Dr Carla Litchfield, mengatakan pengalamannya bekerja meluangkan waktu untuk meneliti simpanse di Uganda membuahkan kesimpulan kalau manusia memiliki pemahaman yang buruk mengenai bahasa dari satwa-satwa yang hidup di lingkungan sekitarnya sendiri. Dr Litchfield mengatakan seperti halnya burung, komunitas Simpanse yang berbeda juga menunjukan dialek yang berbeda ketika membuat vokalisasi suara keras mereka, yang dikenal dengan sebutan 'teriakan-celana'. "Kami bahkan mampu mengenai suara itu berasal dari simpanse yang mana, ketika mereka mengeluarkan suara kita rekam dan ketika sudah memiliki bahan rekaman yang banyak kemudian materi itu kita bandingkan dengan rekaman suara simpanse dari komunitas lain,” papar Litchfield. "Ketika Anda menghabiskan waktu yang cukup lama dengan binatang-binatang ini, seperti halnya rekan kerja saya warga Afrika, mereka tahu persis simpanse mana yang melakukan panggilan atau mengeluarkan suara, bahkan tanpa perlu melihatnya,” kata Litchfield.
Baca Juga:
Nigel, seekor burung beo abu-abu Afrika pekan lalu menjadi sorotan seantero dunia karena didapati bisa berbahasa Spanyol, setelah hilang selama empat
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Siapa Saja Bali Nine, yang Akan Dipindahkan ke penjara Australia?
- Dunia Hari Ini: Menang Pilpres, Donald Trump Lolos dari Jerat Hukum
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati