Sepuluh Tahun Amerika Serikat Dibayangi Trauma Tragedi 9/11

Keamanan Ketat Usik Gaya Hidup dan Kenyamanan Warga

Sepuluh Tahun Amerika Serikat Dibayangi Trauma Tragedi 9/11
Sepuluh Tahun Amerika Serikat Dibayangi Trauma Tragedi 9/11

Nah, empat hari sebelum peringatan sepuluh tahun tragedi 9/11, saya kembali ke AS. Saya sangat tertegun gembira saat disapa ”How are you?” oleh petugas imigrasi di Seattle Tacoma International Airport (Seatec). Di sana, mereka hanya mengajukan tujuh pertanyaan secara ramah, lalu memberikan stempel paspor dengan wajah ceria serta mengembalikan paspor sambil tersenyum dan berujar, ”Enjoy your trip.” Mungkin paspor saya sudah dinyatakan ”bersih diri”.

Sapaan ”How are you?” membuat perasaan berdebar-debar saya hilang. Senyum petugas berpostur kekar itu membuat rasa gundah saya lenyap seketika. Maklum, saat masuk ke bandara-bandara di AS, prosedur belum berubah.

Saya sangat takut untuk melewati prosedur tersebut. Apalagi, sepatu, ikat pinggang, jam tangan, dompet, laptop, kacamata, handphone, kamera, dan semua barang harus dikeluarkan dari tas. Karena itu, saking leganya, ketika petugas menyerahkan paspor, saya benar-benar merasa sebagai orang tercepat yang melewati pemeriksaan di imigrasi.

Apa yang saya alami ternyata juga dirasakan warga AS. Sepuluh tahun setelah 9/11, publik Paman Sam mempertanyakan keberadaan Transportation Security Authorization (TSA) dan Department of Homeland Security, departemen yang membawahkan imigrasi, bea cukai, dan border cross area (lintas perbatasan). Itu merupakan sebuah departemen yang lahir setelah serangan teroris terhadap gedung kembar World Trade Center (WTC) di Lower Manhattan, New York, 11 September 2011.

Pada 2002, setahun pascatragedi 9/11, di Lax Los Angeles International Airport, petugas imigrasi menyapa dengan rasa curiga. ”What you do in

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News