Serahkan Harga Premium ke Pasar, Pemerintah Dinilai Langgar Konstitusi
jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Selanjutnya harga premium dikembalikan sesuai mengikuti harga minyak dunia, yakni Rp 7.600, yang sewaktu-waktu harganya bisa saja berubah.
Menanggapi kebijakan tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch, Ferdinand Hutahaean menilai pemerintah telah melanggar hukum dan melawan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ada baiknya pemerintah menjelaskan lebih terbuka pada masyarakat, supaya hal ini tidak menjadi perdebatan di tengah publik," ujar Ferdinand dalam pesan singkatnya, Sabtu (3/1).
Di mana MK telah memutus uji materi UU Migas yang menyatakan bahwa harga BBM di Indonesia tidak boleh diserahkan pada mekanisme pasar, karena bertentangan konstitusi yang memerintahkan agar kekayaan alam harus dipergunakan sebesar-sebesarnya bagi kemakmuran rakyat.
"Nah yang menjadi perdebatan adalah, BBM yang dijual pemerintah di pasar tidak lagi murni sebagai kekayaan alam kita, tapi sudah bercampur dengan minyak impor. Meski tidak 100 persen murni lagi, janganlah pemerintah mengabaikan begitu saja amanat konstitusi," pintanya.
Indonesia sebenarnya lanjut Ferdinand, bisa saja tidak melakukan impor minyak. "Andai sejak dulu pemerintah membangun kilang minyak, membangun infrastruktur gas, dan membangun energi lain untuk kebutuhan nasional," katanya. (chi/jpnn)
JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium. Selanjutnya harga premium dikembalikan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- BPKP Usulkan Rancangan Kebijakan MRPN Lingkup Pemerintah Daerah
- Eks Tim Mawar Kenang Presiden Prabowo yang Rela Korbankan Diri demi TNI
- Polsek Tambusai Utara Ajak Warga di Desa Tanjung Medan Ciptakan Pilkada Damai
- AQUA dan DMI Berangkatkan Umrah bagi Khadimatul Masjid dari Enam Provinsi
- KPK Incar Pejabat BPK yang Terlibat di Kasus Korupsi Kemenhub
- PPPK Minta Regulasi Mutasi, Relokasi, dan TPP Rp 2 Juta, Berlebihankah?