Serahkan Lokasari ke Swasta

Kontribusi Minim, Diduga Banyak Penyelewengan

Serahkan Lokasari ke Swasta
Serahkan Lokasari ke Swasta

jpnn.com - KONSEP revitalisasi terhadap Taman Hiburan Lokasari (THR) Lokasari sulit direalisasikan bila Pemprov DKI Jakarta masih mengandalkan kinerja badan pengelola. Pasalnya di lokasi tersebut juga diwarnai kesalahan masa lalu, yakni disepakatinya perjanjian penggunaan lahan dengan pihak swasta dalam kurun waktu lama.

Akibatnya Badan Pengelola (BP) THR Lokasari mencari alternatif sumber penghasilan yang tidak memberikan keuntungan bagi daerah. Karena itu, kalangan politisi Kebon Sirih menyarankan kepada Pemprov DKI Jakarta membuat pilihan kebijakan yang bisa membuka potensi penerimaan asli daerah (PAD) dari lokasi hiburan tersebut.

Menurut Anggota Komisi B (bidang perekonomian) DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi, sejauh ini terlihat banyak penyimpangan dalam pengelolaan THR Lokasari. Sehingga perlu dipikirkan upaya membangun potensi yang ada untuk meningkatkan PAD. “Bisa saja Pemprov DKI Jakarta melakukan pembenahan manajemen. Namun di lokasi tersebut ada perjanjian yang juga tidak dibatalkan. Yakni terdapaty BOT dengan swasta,” ujar dia, Rabu (4/9).

Solusinya, sambung dia, pemprov bisa melakukan penyerahan seutuhnya kepada swasta. Namun dengan menyepakati pemberian kontribusi maksimal ke PAD. “Ketimbang mengandalkan pengelola yang tidak mungkin bisa mengelola secara profesional. Lebih baik diserahkan ke swasta. Mau kasih berapa dia ke pemprov, asalkan kontribusinya besar. Jangan seperti sekarang, hanya Rp 450 juta per tahun,” tandas Prasetyo.

Di lokasi hiburan itu, Pemprov DKI hanya memiliki aset seluas 24.251 meter persegi (44,5 persen), PT Gemini Sinar Perkasa 5.219 meter persegi (9,6 persen), PT Gemini Sinar Pratama 9.925 meter persegi (18,25 persen), dan lahan kosong dikuasai oleh PT Tenang Djaya seluas 15.000 meter persegi (27,65 persen).

Dengan kata lain, hak penggunaan lahan (HPL) Pemprov DKI untuk Lokasari seluas 54.395 meter persegi ternyata harus berbagi dengan perusahaan lain yang memiliki hak guna bangunan (HGB) yang ditetapkan sesuai undang-undang. Aset terbanyak di THR Lokasari dibangun oleh pihak ketiga, yakni PT Gemini Sinar Pratama (GSP). Meliputi hotel, restoran, salon kecantikan, tempat hiburan, perkantoran, perdagangan, bank, pusat kebugaran, rumah tinggal, dan lainnya.

Selaku pihak ketiga, PT GSP mendapat HGB sejak 1985 dan perpanjangan 2008 dengan jatuh tempo 20 tahun. Kondisi inilah yang membuat Pemprov DKI tak berdaya. Kendatipun masih banyak potensi yang dimaksimal BP THR Lokasari, namun tak kunjung sesuai harapan.

Prasetyo menambahkan, ke depan THR Lokasari seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih besar. Seperti menampung atau menata pedagang kaki lima (PKL), lokasi penampilan budaya lokal setempat, serta membangun rumah susun. “Kalau konsep itu dilaksanakan secara benar, tentunya bisa memberikan kontribusi besar untuk daerah dan untuk kepentingan rakyat,” pungkasnya. (rul)


KONSEP revitalisasi terhadap Taman Hiburan Lokasari (THR) Lokasari sulit direalisasikan bila Pemprov DKI Jakarta masih mengandalkan kinerja badan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News