Serahkan Pendapatan Royalti Buku ke Wati
Kamis, 24 Juli 2008 – 07:43 WIB

Ita Siti Nasyiah (kiri) bersama Sumiarsih.
”Saya bawakan kliping-kliping lama Jawa Pos,” kata wanita yang kini menjadi wartawan majalah wanita Kartini itu.
Menurut Ita, dia bertemu kali pertama dengan Sumiarsih di Lapas Kalisosok, Surabaya, saat menjadi wartawan Jawa Pos sekitar 16 tahun lalu. Saat itu, dia mendapat tugas meliput remisi (pengurangan masa hukuman) bagi para narapidana di sana.
”Waktu itu, Bu Sih, Sugeng, dan Pak Djais (suami Sumiarsih) tidak mendapat remisi,” kata ibu seorang gadis kelas 1 SD, Aisyah Lintang Maharani.
Perjumpaan pertama itu demikian berkesan bagi Ita. Dia penasaran ingin mengetahui lebih dalam tentang sosok Sumiarsih. Siapa dia sebenarnya, apa yang membuatnya tega melakukan tindak pidana begitu keji, dan untuk apa dia membunuh Letkol (Mar) Purwanto dan empat anggota keluarganya itu.
Di terkesan melihat sorot mata dan sikap Sumiarsih yang justru tidak menunjukkan tanda-tanda orang jahat. Justru sebaliknya, dia terlihat seperti orang yang baik. ”Sorot matanya melas, sikapnya santun, sifatnya keibuan,” kata Ita yang kelahiran Surabaya itu.
Setelah pertemuan pada 1992 itu, tahun berikutnya dia masih bertemu Sumiarsih di Lapas Kalisosok --kini sudah ditutup—untuk tugas liputan yang sama. Sama dengan tahun sebelumnya, Sumiarsih, Sugeng, dan Djais kala itu tidak mendapat remisi. ”Setelah itu saya kehilangan kontak selama hampir tujuh tahun,” kata anak pertama dari empat bersaudara itu.
Hal itu terjadi karena Sumiarsih dipindah ke Lapas Lowokwaru Malang pada akhir 1993. Dia hijrah bersama Djais dan Sugeng. Namun, tiga tahun kemudian, Sumiarsih dilayar ke Lapas Wanita, Sukun, Malang; sedangkan Sugeng dan Djais dipindah lagi ke Lapas Kelas I Surabaya (Porong). ”Baru pada tahun 2000 saya bertemu dengan Bu Sih lagi di Lapas Wanita, Malang,” kata Ita.
Petemuan itu tak disengaja oleh Ita. Kedatangannya bukan untuk bertemu Sumiarsih. Tapi, untuk meliput kegiatan bakti sosial Lions Club di penjara tersebut. ”Saat bertemu dengan saya, Bi Sih ternyata tidak lupa. Dia orangnya bukan pelupa,” ujarnya.
Ita Siti Nasyiah, penulis buku ”Mami Rose”, butuh waktu delapan tahun untuk mengumpulkan data tentang Sumiarsih. Dia mengakui kedekatannya
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu