Serahkan Pendapatan Royalti Buku ke Wati

Serahkan Pendapatan Royalti Buku ke Wati
Ita Siti Nasyiah (kiri) bersama Sumiarsih.
Sejak pertemuan itulah, Ita sering besuk Sumiarsih. Kadang  sebulan sekali, wanita itu mampir ke Lapas Wanita. Selain disertai suami, dia pernah didampingi ayah dan anak semata wayngnya.

  Dalam perjalanan ke Malang, wanita itu juga sering mampir ke Porong untuk menjenguk Sugeng. ”Bu Sih sampai bilang saya lebih sering mengunjungi dibanding saudara-saudaranya,” katanya.

Dari situlah kemunikasi di antara mereka mulai berjalan. Tidak hanya sekadar ngobrol tentang keadaan di dalam penjara, Sumiarsih pun mulai curhat ke Ita tentang kehidupan pribadinya yang penuh liku. ”Dari situlah saya mulai mengenal Sumiarsih yang sebenarnya,” katanya.

Suatu hari, sat dibesuk Ita, Sumiarsih menyampaikan keinginannya untuk bisa nonton televisi. Wanita itu ingin melihat perkembangan berita lumpur Lapindo yang saat itu hangat diperbincangkan.  Ita lalu mengontak beberpa kenalannya. Berkat bantuan Lions Club Surabaya dan Malang,  Lapas Wanita  itu mendapat bantuan enam unit pesawat televisi, DVD player, dan alat musik elekton.

 ”Bu Sih waktu itu sangat senang sekali bisa melihat televisi di bloknya,” ujarnya.

Dalam setiap kunjungan itu, kata Ita, wanita kelahiran Ploso Jombang itu banyak bercerita tentang kehidupannya yang penuh warna. Mulai dari masa kecilnya yang miskin; saat menjadi hostes di Jakarta; memiliki wisma prostitusi di Gang Dolly, Surabaya; hingga mengapa dia dan keluarganya sampai membunuh Puwanto. ”Sejak saat itu saya mulai menabung tulisan tetang Bu Sih,” ucapnya.

Ita biasanya langsung mencatat data-data hasil wawancara dengan Sumiarsih itu begitu dia sudah berada di luar tembok penjara. ”Waktu besuk kan tidak boleh bawa kertas atau catatan. Jadi setelah besuk baru dicatat. Itu saya lakukan sejak 2000,”  katanya.

Selain dengan Sumiarsih dan Sugeng, Ita juga dekat dengan Wati. Sebab,  setelah Ita membesuk Sumiarsih, terpidana mati itu biasanya meceritakan ke Wati. ”Dari situlah kami kenal dan dekat,” katanya. 

Ita Siti Nasyiah, penulis buku ”Mami Rose”, butuh waktu delapan tahun untuk mengumpulkan data tentang Sumiarsih. Dia mengakui kedekatannya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News