Seribu Zaytun

Oleh: Dahlan Iskan

Seribu Zaytun
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Dirigen lagu kebangsaan itu seorang Tionghoa. Pakai baju putih. Berjas. Dasi merah. Berkopiah. Berkaus tangan putih. Namanya: Tan Tjuan Hong.

Bebarapa orang Tionghoa memang hadir di barisan depan. Juga banyak pendeta. Salah satunya Pendeta Robin Simanullang, penulis buku Al Zaytun.

Setelah itu, disusul pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Oleh seorang santri laki-laki. Saya lupa namanya.

Yang tampil berpidato mewakili Al Zaytun adalah Dr Datuk Sir Imam Prawoto, KRSS, SE, MBA, CRBC. Begitu gelarnya. Dia ketua Yayasan Pesantren Indonesia –yang menaungi Al Zaytun.

Dia adalah putra sulung Syekh Panji Gumilang, sedangkan pengantar acara diberikan oleh ketua panitia yang masih muda: Eji Anugrah Romadhon, SS, MAP.

Setiap pembicara tampil di podium lebih dulu meneriakkan pekik ”Merdeka”. Ada yang sekali. Ada yang tiga kali. Ada yang sebelum "assalamualaikum". Ada yang sesudahnya.

Pun yang membaca Al-Qur’an: mengawalinya dengan pekik ”Merdeka”. Termasuk saat mengakhirinya.

Syekh Panji Gumilang tidak naik podium –meski saya sudah minta dengan sangat agar dia tampil sebelum saya. Alasannya: sudah tiga hari berturut dia bicara di seminar tiga hari di situ.

Panji Gumilang pimpinan Al Zaytun merasa gundah dengan pertumbuhan penduduk itu. Berarti 100 tahun lagi penduduk Indonesia bisa mencapai 700 juta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News