Seruan KAMI Demi Selamatkan Indonesia, Gagalkan Omnibus Law RUU Cipta
Ketiga, prosesnya tidak partisipatif di mana undangan pada serikat atau pun asosiasi buruh hanya bersifat sosialisasi dan digunakan sebagai cap legitimasi.
Keempat, pekerja asing tidak ada batasannya dan disamakan dengan bangsa sendiri.
Kelima, tidak ada kepastian lapangan kerja, upah, jaminan sosial dan sebagainya.
Terakhir, jika RUU ini disahkan, sesuai hasil kajian KOMNAS HAM dibutuhkan 516 peraturan pelaksana, yang berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), dan negara akan mengalami kekacauan tatanan dan ketidakpastian hukum.
"Namun pada perkembangan selanjutnya, DPR dan Pemerintah tetap berupaya keras untuk menyetujui UU ini, dan kelihatannya akan segera disahkan pada tanggal 8 Oktober 2020," lanjut mantan Panglima TNI itu.
Karena itu, katanya, KAMI sebagai gerakan moral berpendapat bahwa tekanan kelompok kepentingan utamanya kaum buruh untuk menggagalkan disahkannya UU tersebut, perlu diapresiasi dan didukung oleh semua pihak.
"KAMI berpendapat pula bahwa menyelamatkan Indonesia di antaranya adalah dengan menggagalkan disahkannya RUU Cipta Kerja tersebut," tegas Gatot.
Mencermati rencana kaum buruh Indonesia akan mengadakan mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020 nanti, KAMI mendukung langkah konstitusional tersebut.
KAMI sampaikan enam alasan kenapa omnibus law RUU Cipta Kerja harus ditolak jadi UU.
- Jumlah PHK Meningkat, PKS Minta Pemerintah Buat Kebijakan yang Berpihak ke Pekerja
- Prabowo Bubarkan Satgas Buatan Jokowi, Apa Itu?
- WWF ke-10 di Bali, Putu Rudana Usul Tiap Negara Bikin Omnibus Law Tentang Air
- Ribuan Buruh dari Karawang Ikuti May Day di Depan Istana Negara, Mereka Menolak Omnibus Law
- Gelar Kampanye Akbar, Partai Buruh Konsisten Suarakan Cabut Omnibus Law
- Syaikhu Sebut Sikap AMIN soal Tenaga Kerja Sejalan dengan Perjuangan PKS