Setengah Tahun Fukushima
Direktur PLTN Fukushima Tak Gajian
Senin, 19 September 2011 – 01:31 WIB
Berarti Jepang sedang dan akan kehilangan listrik sekitar 40.000 MW (seluruh listrik di Indonesia 35.000 MW). Memang angka itu hanya 15 persen dari total produksi listrik di Jepang, tapi konsekuensinya tetap besar. Semua industri besar di Jepang kini harus mengurangi konsumsi listriknya 15 persen.
Untuk mengatasi itu tidak ada jalan lain. Pembangkit-pembangkit tua yang sudah puluhan tahun tidak dipakai itu cepat-cepat diperbaiki. Sebentar lagi bisa dijalankan kembali. Tapi, semua orang tahu pembangkit-pembangkit itu sudah sangat tidak efisien. Apa boleh buat. Jepang harus memproduksi listrik dengan cara yang sangat mahal. Bahan bakar pembangkit-pembangkit tua itu adalah minyak solar. Jepang pun harus impor BBM senilai Rp 300 triliun/tahun.
Karena itu, meski krisis listrik nanti akhirnya teratasi, persoalan baru segera muncul: siapa yang harus membayar kemahalan itu" Tidak ada rumus lain: konsumenlah yang akan menanggung. Jepang kini sudah siap-siap menghitung rencana kenaikan listrik yang kelihatannya bisa mencapai 30 persen. Kalau ini sampai terjadi, kalangan industri di Jepang bakal berteriak. Angka kenaikan tersebut akan membuat struktur bisnis di Jepang berubah total. Nilai kompetisi ekspornya akan hancur.
Bagi pelanggan rumah tangga, ini mungkin tidak begitu berat. Memang tarif listrik rumah tangga di Jepang sudah sekitar USD 22 sen. Hampir empat kali lipat lebih mahal daripada tarif listrik di Indonesia. Berapa jadinya kalau harus naik 30 persen lagi" Tapi, karena pendapatan masyarakat di sana juga tinggi, tarif itu tetap terasa murah. Hanya 1,5 persen dari total pendapatan per rumah tangga.
TENTU saya sering menerima tamu dari Jepang. Kadang harus minta maaf karena waktu yang tersedia terlalu pagi: pukul 06.30. "Toh ini di Jepang
BERITA TERKAIT