Setengah Tahun Fukushima
Direktur PLTN Fukushima Tak Gajian
Senin, 19 September 2011 – 01:31 WIB
Saya perkirakan perdebatan kenaikan tarif listrik di Jepang akan seru. Terutama antara masyarakat yang tidak mau nuklir dan industri yang menginginkan tarif listrik murah. Bayangkan, memproduksi listrik dengan minyak solar bisa lima kali lipat lebih mahal daripada nuklir.
Bagaimana dengan kalangan akademisi? Sama juga dengan di Indonesia, mereka selalu mempersoalkan ini: mengapa tidak beralih ke energi baru? Bukankah potensi tenaga matahari di Jepang mencapai 500.000 MW? Bukankah potensi geotermalnya mencapai 20.000 MW? Bukankah Jepang dikelilingi laut sehingga potensi tenaga anginnya bisa mencapai 100.000 MW? Apa artinya kehilangan 40.000 MW?
Memang selalu ada benturan antara logika akademisi dan logika perusahaan listrik. Mereka hanya selalu mengemukakan potensi. Akademisi selalu mengemukakan "yang mungkin dilakukan". Sedangkan perusahaan listrik hanya melihat "yang bisa dilakukan". Akademisi selalu berbicara masa depan. Perusahaan listrik harus mengatasi problem SAAT INI.
Kehilangan 40.000 MW adalah persoalan yang harus dipecahkan SAAT INI. Sedangkan listrik dari geotermal itu, kalaupun bisa dikerjakan, baru didapat tujuh tahun lagi!
TENTU saya sering menerima tamu dari Jepang. Kadang harus minta maaf karena waktu yang tersedia terlalu pagi: pukul 06.30. "Toh ini di Jepang
BERITA TERKAIT