Setiap Hari Siswi SMA Ini Mendorong Becak, Angkut Dagangan Ortu
GADIS remaja ini patut diacungi dua jempol. Betapa tidak, sebelum berangkat ke sekolah ia lebih dulu berkutat di dapur, membantu mengangkut barang dagangan ke kedai, selanjutnya barulah bisa berangkat ke sekolah. Dia tak malu diantar bapaknya pakai becak dayung ke sekolah. Rutinitas itu berlangsung sejak masih duduk di bangku SD. Bagaimana kisahnya?
YULICEF ANTHONY— Solok
Sepni Yunandia,16, anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Mawardi,55, dan Yusnawati,49. Meski secara usia terbilang masih labil, namun soal kepribadian dia sudah matang.
Dikala teman-teman sebayanya di pagi sumringah berlalu-lalang menuju sekolah dengan sepeda motor “rancak” pemberian orang tua, justru Nadia -demikian ia biasa dipanggil-antusias mendorong becak dayung yang terisi penuh dengan barang dagangan milik orangtuanya menuju areal Terminal Angkot Pasar Raya Solok. Bila hujan turun mengguyur, Nadia sigap menutup tubuhnya pakai plastik.
Dengan sekuat tenaga becak buntut didorongnya, sampai akhirnya tiba di sebuah kedai tempat orang tuanya mengais rezeki, berjualan makanan dan minuman tradisional. Begitu becak diparkirkan, semua barang-barang langsung diturunkan, selanjutnya barulah bersiap-siap berangkat sekolah, SMA Negeri 4 Kota Solok.
“Begini rutinitas saya tiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah mesti membantu orang tua mengangkut barang dagangan ke terminal. Maklum Bapak sudah tua, sementara Ibu sudah menunggu di sana, ” tukas Nadia, didampingi Ketua Markas PMI Kota Solok, Roni D Daniel, Minggu (31/1).
Dia mendorong becak sejauh ratusan meter dari rumah kontrakan di kawasan belakang STAI Solok, Kelurahan Nan Balimo. Sebelum itu, setelah bangun subuh, dia membantu Ibu membuat gorengan seperti bakwan, tahu isi, pastel, kuah cabai, dan lain sebagainya. Dia juga kebagian jatah menanak nasi, membuat menu makanan yang biasa dijual di kedai. Sedangkan saudarannya yang lain, juga mendapat tugas yang lain.
Sebenarnya warung kaki lima keluarga kecil sederhana tersebut tak lebih baik dari sebuah lapak kakilima, berukuran hanya sekitar 3 X 2 meter. Di tengah terdapat sebuah meja dari kayu, ada bangku duduk terbuat dari kayu pula. Namun oleh warga terminal biasa disebut Ampara Ayah, dengan pelanggannya meliputi kalangan sopir, agen angdes/ angkot, serta warga umum yang tengah berlalu-lalang.
GADIS remaja ini patut diacungi dua jempol. Betapa tidak, sebelum berangkat ke sekolah ia lebih dulu berkutat di dapur, membantu mengangkut barang
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara