Sevilla dan Nevada Mengingatkan Sumba
Oleh Dahlan Iskan
Saat itu mereka lagi ramai sarapan pagi. “Dari lihat CSP. Teknologi baru,” jawab saya.
Tidak ada pertanyaan lanjutan. Mereka tahu kebiasaan saya: mendalami apa yang mereka tidak mengerti.
Tapi cucu saya yang bertanya. Apa itu CSP? Demi masa depan mereka saya harus jelaskan semua. “Di sekolah kalian pernah ada praktik membakar kertas dengan kaca cermin?” tanya saya balik.
”Pernah…,” sahutnya. Cucu yang lain ikut nimbrung.
Saya beri kesempatan mereka bersautan. Menceritakan bagaimana membakar kertas dengan cermin cembung. Di sekolah masing-masing.
”Cara itu sekarang dipakai untuk membuat pembangkit listrik,” kata saya. ”Disebut CSP. Concentrated solar power,” tambah saya.
Saya tidak perlu menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Semua cucu saya saling bicara dalam bahasa Inggris. Sehari-harinya. Yang dua mulai belajar Mandarin pula.
Lalu saya tunjukkan foto-foto kunjungan saya. Ribuan cermin raksasa. Dipasang melingkar. Di atas tanah tandus. Satu cermin lebarnya 6 x 8 meter. Jumlahnya 20 ribu.