Sewindu Tsunami, Air Mata Bercucuran

Sewindu Tsunami, Air Mata Bercucuran
Menangis: Warga Aceh Barat berdoa sambil menangis di kuburan massal Ujung Karang, Meulaboh, saat peringatan delapan tahun tsunami, Rabu (26/12). Foto: Deny Sartika/Rakyat Aceh
“Hari ini, genap delapan tahun berlalunya bencana tsunami yang memporak-porandakan pesisir Aceh. Kita harus mengenang peristiwa itu, sebagai bentuk intropeksi diri,” pintanya.

Peristiwa pada Minggu pagi itu, tambah Haji Tito, diawali dengan gempa dahsyat, serta beberapa saat kemudian diikuti oleh naiknya gelombang air laut ke daratan Bumi Teuku Umar. ”Jeritan dan tagis pilu terdengar disana-sini, saat itu,” kenangnya.

Semua itu merupakan cobaan dan peringatan Allah SWT terhadap umatnya, untuk kita sadar dan insaf kembali kejalannya. Sepantasnya, bencana delapan tahun lalu dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita agar dapat melakukan intropeksi terhadap apa yang telah kita perbuat dimasa lalu. “Bagi kita yang masih bisa menghirup udara segar, kiranya  dapat beribadah sujud syukur kepada Allah SWT dengan segala perintahnya,” harap Haji Tito.

Delapan tahun berlalunya bencana tsunami itu, dapat memotivasi bagi kita agar dapat bangkit dari porak-poranda delapan tahun lalu. Kelak kedepan, Aceh Barat dapat bangkit menjadi daerah yang makmur dan sejahtera. “Rakyat Aceh Barat harus rukun dan kompak untuk membangun daerah ini,“ pintanya.

TANGGAL 26 Desember 2004. Itulah hari paling bersejarah dan tragedi yang tak bisa dilupakan oleh masyarakat Aceh. Rabu kemarin (26/12), peristiwa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News