Shireen

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Shireen
Keluarga dan rekan membawa jenazah jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh, yang tewas dalam serangan Israel di Jenin di wilayah pendudukan Tepi Barat, saat pemakamanannya di Yerusalem, Jumat (13/5/2022). (ANTARA/Reuters/Ammar Awad/rwa)

jpnn.com - The first casualty of war is truth, korban pertama perang adalah kebenaran. 

Adagium itu diungkapkan oleh senator Amerika Serikat Hiram Johnson pada 1918 yang kemudian menjadi sangat populer dan sering dikutip sampai sekarang. 

Ketika perang berkecamuk maka berita menjadi simpang siur dan kedua pihak saling melakukan klaim. Karena itulah, Johnson menyebut korban pertama perang adalah kebenaran.

Tentara Israel sangat paham mengenai hal itu, dan mereka mempraktikkannya secara vulgar dengan menembak mati wartawati televisi Aljazeera, Shireen Abu Akleh, Kamis (12/5). 

Membunuh wartawan sama dengan membunuh dua sasaran dengan satu peluru, membunuh wartawan berarti sekaligus membunuh kebenaran.

Shireen Abu Akleh, 51 tahun, wartawati senior keturunan Palestina dan Amerika sudah meliput konflik Palestina dan Timur Tengah sepanjang karier jurnalistiknya selama puluhan tahun. 

Dia asli kelahiran Jerusalem Timur, ibunya berasal dari Jerusalem Barat dan ayahnya dari Tepi Barat yang diduduki Israel. Shireen mempunyai kewarganegaraan Amerika Serikat. 

Ketika sedang meliput kerusuhan di Tepi Barat, Shireen diterjang peluru tentara Israel dan tewas di lokasi. 

Keberanian Shireen melakukan liputan live terhadap serangan Israel membuat mata dunia terbuka akan kekejaman tentara Israel terhadap warga sipil Palestina.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News