Shock Seminggu, Bersyukur Negatif HIV/AIDS

Shock Seminggu, Bersyukur Negatif HIV/AIDS
Shock Seminggu, Bersyukur Negatif HIV/AIDS
Diakui Iwan, dahulu badannya kerap lelah dan lemas. Lalu pada 2007, dia ke dokter spesialis, dan dokter menanyakan riwayat narkoba kepadanya. Menurut dokter, dia berpotensi terinfeksi HIV, dan hasilnya memang demikian setelah menjalani dua kali tes. ’’Saya sempat shock, tetapi hanya seminggu,” kenang Iwan.

Di masa-masa sulit tersebut, Iwan hanya menceritakan ini kepada teman yang dia percayai dan kakak laki-lakinya untuk meminta dukungan. Tahun 2007, dia pindah ke Bandarlampung. Kepindahan tersebut juga lantaran wanita yang dinikahinya pada 2004 berasal dari Kota Tapis Berseri ini. Namun, orang tua Iwan tidak diberitahukan tentang kondisinya. ’’Mereka sudah tua dan saya takut mereka shock. Hanya abang saya yang tahu. Keluarga besar istri saya juga tidak tahu. Saya dan istri sepakat untuk tidak memberi tahu,” tuturnya.

Meski harus menanggung beban, Iwan mengaku masih bersyukur sang istri tidak terinfeksi. ’’Bahkan, kami sudah punya anak yang umurnya lima tahun. Mereka berdua tidak terinfeksi dan saya menjaga untuk tidak tertular. Saya juga sudah mengecek mereka,” katanya.

Iwan melanjutkan, istrinya tidak terinfeksi karena ia mengikuti anjuran untuk berhubungan suami istri tanpa kondom saat CD4 atau kadar sel darah putihnya sedang berada dalam angka 500-700. Selain itu, dia juga harus menyesuaikan dengan masa subur istrinya. ’’Jika tidak seperti itu, saya menggunakan kondom,” ujarnya.

PANDANGAN miring dari masyarakat kerap muncul terhadap orang terinfeksi HIV/AIDS. Perlakuan diskriminatif dan dilabeli cap-cap negatif harus diterima.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News