Siapa Membunuh Putri (4)
Oleh: Hasan Aspahani
jpnn.com - "Hei, Dur. Selamat, ya…,” kata Bang Ado, berdiri menyalami dan memberi selamat pada saya.
Bang Ado, kurang lebih seusia Bang Eel. Sebelum menjadi GM dia juga wartawan. Orangnya tenang. Administrasinya rapi.
Dalam hal keuangan pun dia ketat. Bukan pelit, tapi rasional. Itu yang membuat ”Metro Kriminal” berkembang bagus sejak tahun pertama. Meski lambat dalam hal kenaikan oplah.
”Kapan berangkat ke Medan, Bang?” tanyaku.
Aku tahu dari Bang Eel, Bang Ado dapat tugas baru bikin koran di ibu kota Sumatera Utara itu. Tugas yang berat dan menantang. Di sana sudah ada tiga koran besar yang berusia lama, dengan segmen pembaca yang loyal.
”Dua hari lagi. Saya sebenarnya agak ragu menerima tawaran ini, tapi bagaimana bisa menolak. Di grup kita ini perintah ya perintah. Harus patuh. Lagian kalau aku tak ke Medan, Eel tak naik, kau pun tak akan dipromosikan secepat ini,” kata Bang Ado.
Kami bicara macam-macam, sedikit sejarah ”Metro Kriminal” di mana dia bisa disebut sebagai perintisnya, dan rencana lain tapi belum terlalu pasti, rencana bikin satu koran lain lagi di kota kami. Itu, kata Bang Ado, tergantung perkembangan ”Metro Kriminal”.
”Kalau oplah kita sudah 30 ribu, bisa pasang mesin yang lebih besar, nah, biasanya kita akan buka koran baru, supaya mesin efisien,” kata Bang Ado.