Siapa Membunuh Putri (9)
Si Sopir Presiden, Oleh: Hasan Aspahani
Kalau berbincang panjang dengannya, datanglah ke rumahnya yang teduh, dengan halaman luas di kawasan Pantai Pinggir. Ada pohon sukun besar yang sepertinya selalu berbuah. Tiap kali saya berkunjung ke sana, dia menyuguhiku sukun goreng, kudapan favoritnya.
Saya menulis banyak tulisan bersambung tentang sejarah kota ini dengan mewawancarai Pak Roni. Saya juga meminjam foto-foto dari album pribadinya untuk di-repro.
Dia selalu menyebut beberapa nama untuk diwawancarai terkait satu dan lain hal. Orang yang menurutnya lebih tahu, karena terlibat lebih banyak.
Sebagai bekas polisi dia mencemaskan kriminalitas yang tinggi sejak awal berkembangnya pulau ini. Dia menunjukkan bekas luka panjang diagonal di perutnya. Itu yang membuat dia berhenti jadi polisi.
Personel kurang. Dana operasional tinggi. Kejahatan tinggi. Pulau ini kecil memang, tetapi semua kejahatan ada di sini: penculikan, penyelundupan keluar dan masuk, trafficking, pencucian uang.
"Sekalian saja saya jadi preman, orang bebas. Daripada terikat dengan aturan kepolisian. Saya orangnya disiplin. Tapi, tahu tidak, Mas Dur, sampai sekarang, sudah puluhan tahun saya berhenti jadi polisi, kapolres berganti belasan kali, saya masih diizinkan pegang pistol, lho… Mau lihat?” tanya.
”Nggak usah, Pak. Percaya,” kata saya. Tapi, tetap saja dia keluarkan pistolnya dari tas hitam yang selalu berada tak jauh dari dirinya itu. Dia sorongkan ke saya. Menyuruh saya memegang pistol itu. Dingin. Dia suruh angkat. Berat. Dingin dan berat.
”Kalau kamu mau tahu siapa-siapa orang sipil di sini yang pegang pistol tanya saya. Saya punya daftarnya,” katanya.