Siapkan 161 Peti, 60 Ambulans, dan 3 RS
Hari Ini Identifikasi Dimulai di Pangkalan Bun
jpnn.com - PANGKALAN BUN - Basarnas akhirnya memutuskan untuk mengevakuasi jenazah penumpang AirAsia QZ8501 ke Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Bupati Kotawaringin Barat Ujang Iskandar menyatakan, setelah ditemukannya barang-barang dan jenazah penumpang, kemarin malam pihaknya menyiapkan 161 peti jenazah, 60 ambulans, dan tiga rumah sakit untuk pembersihan serta identifikasi korban.
Dia menyatakan, sejak berita hilangnya AirAsia mencuat, pemkab berkoordinasi dengan Basarnas untuk membuat posko, baik di bandara maupun di pesisir.
"Setelah ada informasi penemuan barang dan jenazah, kami melakukan sejumlah langkah karena posisi temuan itu. Meski tidak masuk wilayah Kotawaringin Barat, lokasinya tidak jauh dari Pangkalan Bun," jelasnya.
Dari pantauan Jawa Pos di Pangkalan Bun, puluhan ambulans telah disiagakan di sekitar posko di Bandara Iskandar. Setelah dinyatakan jenazah baru hari ini dibawa ke Pangkalan Bun, beberapa ambulans tampak meninggalkan lokasi. Ujang mengungkapkan, tiga rumah sakit yang telah disiapkan untuk mengevakuasi korban sangat memadai.
"Ada tiga rumah sakit, yakni RSUD Sultan Imanuddin, RS Kusuma, dan RS Bunda. Jarak ketiganya dari bandara juga tidak jauh, sekitar 10 menit," jelasnya.
Sejumlah keperluan untuk keluarga korban juga telah disediakan pemkab. Untuk menuju ke Pangkalan Bun, mereka bisa menumpang pesawat Kalstar dan Trigana yang setiap hari melayani penerbangan Surabaya dan Jakarta.
Sementara itu, soal identifikasi jenazah, hingga kemarin malam belum ada kepastian. SAR Mission Coordinator Basarnas Marsda TNI Sunarbowo Sandi menyatakan, sesuai dengan arahan awal kepala Basarnas dan wakil presiden Minggu (28/12), seluruh korban akan dibawa ke Surabaya.
"Sesuai dengan arahan, penanganan awal di sini, terus dibawa ke Surabaya untuk penanganan akhir oleh DVI (Disaster Victim Identification)," ujarnya.
Jika prosedurnya seperti itu, jenazah yang dibawa ke Pangkalan Bun hanya akan dibersihkan, dimasukkan ke body bag, baru dipeti. "Setelah itu, kami bawa dengan Hercules, CN, atau Cassa. Menyesuaikan dengan jumlah jenazah saja," ujar Sunarbowo.
Di lain pihak, Mabes Polri mengirimkan sejumlah dokter kepolisian yang tergabung dalam Disaster Victim Identification (DVI) Indonesia ke Pangkalan Bun. Salah seorang yang dikirim adalah AKBP Sumy Hasrty Purwanti yang pernah terlibat dalam identifikasi korban pesawat Malaysia Airlines MH17 yang dirudal di Ukraina.
"Sesuai perintah Kapolri, saya diminta ke Pangkalan Bun. Besok (hari ini) berangkat dengan pesawat dari Semarang pukul 11.00," ujar Hastry kepada Jawa Pos.
Menurut dia, identifikasi lebih baik dilakukan di Pangkalan Bun yang tidak jauh dari lokasi penemuan. "Kalau nanti jenazah yang belum teridentifikasi dibawa ke Surabaya, akan mengganggu psikologis keluarga korban," jelasnya.
Berdasar pengalaman Hastry, tidak jarang keluarga ingin segera mendapatkan jenazah kerabatnya. Padahal, proses identifikasi belum tuntas.
"Nanti keluarga yang belum mendapatkan jenazah keluarganya juga akan ribut," papar perempuan yang juga pernah menangani identifikasi kecelakaan pesawat Sukhoi tersebut.
Melihat kondisi jenazah dari tayangan di televisi, Hastry memperkirakan identifikasi akan lebih mudah daripada kecelakaan Sukhoi maupun MH17.
"Selama jenazah utuh, meski kondisinya sudah membusuk, prosesnya lebih cepat," katanya.
Prosedur awal, DVI akan mengawetkan jenazah korban dengan formalin. "Kalau sudah diformalin, jenazah yang meninggal di laut seperti itu akan tahan tiga sampai enam bulan," jelasnya.
Setelah proses itu, dokter melakukan identifikasi primer dengan pemeriksaan luar seperti sidik jari, jenis kelamin, usia, dan pengenalan ciri-ciri spesifik korban.
Karena itu, Hastry berharap keluarga korban menyiapkan segala sesuatu terkait dengan identitas kerabat mereka yang menjadi penumpang AirAsia QZ8501. "Identitas yang ada sidik jarinya harus dibawa untuk memudahkan kami. Karena ini penerbangan luar negeri, paspor sudah pasti dibawa korban. Jadi, bisa ijazah atau yang lain. Syukur-syukur ada data tentang gigi korban," ujarnya.
Foto yang memperlihatkan ciri spesifik korban juga harus disediakan. Misalnya, tahi lalat, tato, atau bekas luka. Jika tidak ada identitas karena semua keluarga menjadi korban, tim identifikasi akan mengambil sampel DNA dari saudara kandung.
Sunarbowo menambahkan, setelah proses di Pangkalan Bun selesai, jenazah dibawa ke Surabaya. Agar efektif dan efisien, jenazah akan dibawa dengan pesawat Hercules, CN, atau Cassa. Dia meminta TNI-AU mensterilkan pesawat sebelum mengangkut jenazah.
Dia juga berharap hari ini tim bisa menemukan jenazah lebih banyak. Sebab, sebelumnya terlihat dari pesawat Hercules TNI-AU beberapa jenazah yang mengapung. Namun, pengambilan jenazah terkendala cuaca yang buruk.
Menurut Sunarbowo, beberapa jenazah dan barang penumpang yang belum diambil berada di area pencarian yang telah diperluas, yakni di sektor 12 dan 13. Evakuasi melalui pesawat kembali dilakukan pagi ini sekitar pukul 06.00. "Kalau kapal, sampai malam ini (tadi malam) juga masih bergerak," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Komandan KRI Bung Tomo Letkol Laut (P) Ashari menyatakan, kapal tersebut tidak didesain untuk membawa jenazah. Karena itu, jenazah yang ditemukan hanya bisa difasilitasi dengan kantong jenazah. Artinya, jenazah juga harus segera diawetkan.
Posisi yang terdekat tentu Pangkalan Bun. "Namun, di dalam KRI itu, kami juga membawa dokter dari Surabaya," jelasnya. (gun/c5/end)
PANGKALAN BUN - Basarnas akhirnya memutuskan untuk mengevakuasi jenazah penumpang AirAsia QZ8501 ke Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- BPBD Berjibaku Evakuasi Warga Korban Banjir Sejumlah Desa di Jember
- Seorang Anggota KKB Ditembak Mati, Iptu Tomi Tergelincir dan Hanyut
- Gerak Cepat, Kemensos Salurkan Bantuan Korban Banjir Makassar
- Kritikus Seni Ungkap Lukisan Yos Suprapto Sempat Dilihat Kurator dan Tak Dipermasalahkan
- ASDP Beri Kejutan Manis Bagi Para Ibu di atas KMP Sebuku
- Honorer Non-Database BKN TMS Pendaftaran PPPK 2024 Tahap 2 Minta Kesempatan Kedua