Sidang Adat di Balai Panjang Tanah Periuk Jambi Selalu Terjaga hingga Kini

Oleh: Andre F. Setyadi

Sidang Adat di Balai Panjang Tanah Periuk Jambi Selalu Terjaga hingga Kini
Sejarah sidang adat di Rumah Tuo diperkirakan sama tua dengan bangunannya. Meskipun tidak diketahui secara pasti tahun berdirinya, tapi bagi masyarakat setempat, Rumah Tuo Balai Panjang amat bersejarah. Foto: dok sumber

“Yang segi delapan itu ada yang namanya hukum delapan. Hukum delapan itu bisa diselesaikan di Rumah Tuo,” ungkapnya.

Kata Haidir, di dalam hukum delapan ada istilah Empat di Atas dan Empat di Bawah. Contoh kasus Empat di Atas adalah pembunuhan, zina orang tua terhadap anak atau sebaliknya. Dalam konteks pelanggaran asusila, ada pembagiannya lagi. Haidir mencontohkan, hukum zina bapak terhadap anak berbeda dengan anak bujang kepada ibunya sendiri yang disebut dengan istilah Menikam Bumi. “Itu (Menikam Bumi) namanya anak bujang berbuat dengan ibu kandungnya. Itu yang paling tinggi sekali hukumnya,” terang Haidir.

Sementara itu, salah satu contoh pelanggaran hukum adat Empat di Bawah adalah perkelahian. Penyelesaian pelanggaran hukum adat Empat di Bawah bisa di Rumah Tuo. proses penyelesaian pelanggaran hukum adat Empat di Atas, terangnya, tidak lagi di Rumah Tuo. “Kalau Empat di Atas tidak lagi di rumah adat. Itu makanan Rio (pemangku adat). Kalau empat di atas, itu duduknya (yang menangani) harus Rio,” jelasnya.

Lebih lanjut, Haidir menerangkan, ada juga istilah hukum 20. Maksudnya, hukum delapan ditambah hukum 12. Contoh kasusnya, seperti sengketa. “Yang hukum 20 (bisa) dibagi lagi (proses penyelesaiannya). Boleh dengan saling memaafkan, kemudian ada yang secara pengobatan,” terangnya.

Haidir mengatakan, jika dikaitkan ke hukum formal, maka perkara yang diselesaikan dalam sidang adat bisa dibawa ke hukum formal. Namun, masyarakat setempat mengupayakan agar selesai dalam sidang adat. “Kalau dari kedua belah pihak, lalu mungkin ada satu pihak kurang terima keputusan adat, maka beliau bisa mengangkatnya ke hukum formal. Misal, ke kepolisian,” jelas Haidir.

Sementara itu, sidang adat di Rumah Tuo, kata Jafar, terikat dengan aturan adat. Menurutnya, aturan yang diberlakukan di Rumah Tuo disesuaikan dengan tata ruang bangunan yang sebelumnya sudah diatur oleh adat. “Seperti di ruang penteh yang boleh duduk di ruangan tersebut adalah ninik mamak, tuo tengganai, alim ulama, dan cerdik pandai,” ucapnya.

Sementara pada ruang tengah terdapat bendul jati sebagai pembatas ruangan tempat duduk peserta sidang atau musyawarah. Jika melanggar ketentuan tersebut, maka dikenakan sanksi adat. Haidir juga menjelaskan proses persidangan adat yang berlangsung tak ubahnya hukum formal. Menurutnya, pihak-pihak terkait yang bertanggung jawab atas sidang juga melakukan pemeriksaan mendalam.

“Kalau kata (istilah) polisi, BAP (berita acara pemeriksaan). BAP itu kami bawa ke sidang adat. Di situlah kami menimbang, mana yang salah, mana yang benar,” ujarnya.

Sidang adat di Rumah Tuo terikat dengan aturan adat. Menurutnya, aturan yang diberlakukan di Rumah Tuo disesuaikan dengan tata ruang bangunan

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News