Sidang Korupsi Timah: Suparta Diberi Pidana Tambahan, Penasihat Hukum Minta Dipertimbangkan

Sidang Korupsi Timah: Suparta Diberi Pidana Tambahan, Penasihat Hukum Minta Dipertimbangkan
Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta saat sidang kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/12). Foto: Kenny Kurnia Putra/jpnn.com

jpnn.com - Terdakwa Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dinilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) layak dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sejumlah Rp 4,5 triliun dalam perkara korupsi timah.

Uang pengganti itu terdiri dari atas komponen biaya pembelian bijih timah yang dilakukan PT Timah sebesar Rp 3,7 triliun dan biaya yang dianggap kemahalan sewa smelter sebesar Rp 844 miliar.

Tim Penasihat Hukum (PH) Suparta menilai alasan pemberian pidana tambahan bagi Terdakwa Suparta adalah keliru dan tidak sesuai dengan fakta persidangan.

Majelis Hakim yang menangani perkara diminta perlu mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang bijak.

Hal itu disampaikan Tim PH saat agenda Duplik dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat (20/12) lalu.

"Bahwa PT RBT sesuai dengan kemampuannya telah beritikad baik memberikan talangan kompensasi bijih timah kepada masyarakat yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah untuk memenuhi imbauan dukungan pemberian 5 persen pasir kepada PT Timah," ucap tim Penasihat Hukum.

Tim PH menjelaskan bahwa pembayaran atas bijih timah yang dilakukan oleh PT Timah kepada CV Bangka Karya Mandiri dan Belitung Makmur Sejahtera, telah dibayarkan seluruhnya kepada masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan di WIUP PT Timah.

"Telah diserahkan dan dilebur seluruhnya menjadi logam di smelter milik PT RBT yang mana logam tersebut telah diserahkan seluruhnya kepada PT Timah," jelas Tim PH.

Tim Penasihat Hukum menilai alasan pemberian pidana tambahan bagi Terdakwa korupsi timah, Suparta adalah keliru dan tidak sesuai dengan fakta persidangan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News