Sidang Perdana di MK, PNA Minta Pemilu Ulang di Aceh
jpnn.com - JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana 735 permohonan sengketa hasil pemilu legislatif (pileg) diajukan 14 partai politik (parpol), termasuk Partai Nasional Aceh (PNA) dan Partai Damai Aceh (PDA), kemarin (23/5).
Dalam sidang perdana ini, majelis hakim konstitusi yang dipimpin Hamdan Zoelva, hanya menyampaikan catatan-catatan mengenai berkas gugatan yang dianggap kurang lengkapsecara prosedur administrasi. Yang selanjutnya, dalam waktu 1X24 jam harus sudah diperbaiki dan sudah diserahkan ke Panitera MK pada hari ini (24/5) paling telat pukul 10.50 wib.
Pada sidang ini, PDA menunjuk Kamaruddin sebagai kuasa hukumnya. Sedang kuasa hukum PNA dipimpin Sayuti Abubakar.
Catatan-catatan kecil disampaikan anggota hakim MK Patrialis Akbar terhadap meteri gugatan PDA. Antara lain agar disebutkan secara pasti angka-angka perolehan suara menurut versinya PDA.
"Coba cek lagi data angka-angka perolehan suara menurut pemohon, khususnya di Subulussalam," ujar Patrialis Akbar.
Sedang terdahap PNA, catatan-catatan kesalahan materi gugatan disampaikan anggota hakim MK Ahmad Fadli Sumadi. Menurut Ahmad, memang tidak ada catatan yang serius terkait gugatan yang diajukan PNA.
Menimpali pernyataan Ahmad Fadli, kuasa hukum PNA Sayuti Abubakar, menegaskan bahwa pokok materi gugatan PNA adalah meminta pemilu ulang di Aceh.
"Kalau kita, ini lebih pada fokus untuk meminta pemilu ulang di Aceh," ujar Sayuti.
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana 735 permohonan sengketa hasil pemilu legislatif (pileg) diajukan 14 partai politik
- Bawaslu Kalsel Evaluasi Menyeluruh Pelaksanaan Pilkada 2024
- Komisioner KPUD Barito Utara Diduga Langgar Etik & Aturan, Terancam Dipecat
- Di MK, Kubu Petrus Omba Sebut Dalil Gugatan Seharusnya Selesai di Bawaslu atau PTUN
- Sidang Sengketa Pilkada Papua, Kuasa Hukum BTM-YB: Tuduhan Paslon Nomor 2 Tak Berdasar
- Ipang Wahid Bocorkan Jurus Pemenangan Pilkada kepada Kader PKB Se-Indonesia
- Ibas: Perlukah Amandemen UUD 45 untuk Akomodasi Perkembangan Zaman?