Sidang Semu
Oleh: Dahlan Iskan
Enika sendiri ternyata lahir di Pati. Saat sebelum TK dia dan kakaknya dibawa merantau di Kalteng. Tepatnya ke Sampit –setengah jam terbang dari Surabaya atau Semarang. Satu-satunya adik lahir di Sampit.
Enika dibesarkan ibunya –pun setelah sang ibu tidak bersama ayahnyi lagi. Di Aliyah Negeri Sampit, Enika tergolong sangat pintar -nasib membawanya ke UIN Sunan Kalijaga.
Enika sangat sedih. Begitu lulus Aliyah, Enika tidak bisa mendaftar ke universitas negeri kecuali ke UIN, padahal dia ingin masuk Universitas Sebelas Maret, Solo.
Penyebabnya: sangat teknis. Nomor induk siswa nasional miliknya tidak bisa diaktifkan. Setiap kali diakses tidak terhubung. Berbagai usaha dilakukan tetap tidak bisa.
"Lebih 100 teman kami yang mendapatkan nasib yang sama," ujar Enika.
Enika tidak tahu mengapa orang tuanya memberi nama Enika. "Saya cari sendiri di internet. Ternyata itu dari bahasa Hawaii. Artinya kemenangan," ujarnya. Sesuai sekali dengan jalan hidupnya.
Enika juga sudah lengket dengan Sampit. Setelah lama di Yogya dia kangen masakan Sampit: nasi kuning sambal habang khas Sampit, dan sayur kelakai. Yakni sayur dengan bahan tanaman paku-pakuan.
Saat wawancara, Enika kelihatan memang sangat terampil dalam olah kata. Bicaranya cepat, langsung, berisi. Kelihatan sekali kalau suka debat –dan bahkan pernah jadi juara debat nasional soal konstitusi.