Sila Kedua Pancasila: Antara Filosofi, Realitas, dan Implementasi di Sekolah
Oleh: Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada dan Pemerhati Pendidikan
Setiap murid diperlakukan dengan hormat sesuai harkat dan martabat sebagai makhluk mulia, tanpa memandang latar belakang etnik atau agama. Pendidikan berbasis karakter menjadi bagian dari kurikulum agar penghormatan terhadap keberagaman dapat tertanam dalam keseharian murid. Dengan demikian, sekolah tidak sekedar menjadi tempat memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi juga laboratorium sosial yang membentuk individu toleran dan berbudaya.
Dalam mewujudkan prinsip kesetaraan, sistem pendidikan menjamin bahwa setiap murid memiliki akses sama terhadap fasilitas sekolah, kesempatan akademik, serta keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler tanpa diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, atau gender.
Guru dan tenaga kependidikan berperan penting dalam menghasilkan suasana belajar bebas dari bias dengan mengikuti pelatihan yang menanamkan kesadaran akan keadilan sosial.
Sekolah juga dapat mengembangkan program mentoring atau pembinaan antar murid untuk membangun solidaritas serta mengurangi konflik berbasis stereotip sosial. Dengan menumbuhkan kebiasaan bekerja sama dalam lingkungan heterogen, murid akan lebih mampu memahami dan menghargai perspektif orang lain, sehingga nilai tenggang rasa dan tepa selira dapat berkembang secara alami.
Di samping itu, kegiatan sosial yang melibatkan murid dari berbagai latar belakang, seperti proyek pengabdian masyarakat, dapat memperkuat rasa empati dan kepekaan sosial. Dengan mengikuti forum diskusi dan debat tentang isu-isu kemanusiaan, murid akan terbiasa berpikir kritis dan membela keadilan secara objektif.
Di era globalisasi, sekolah juga memiliki tanggung jawab membekali murid dengan wawasan luas mengenai perdamaian dunia dan kerja sama antar bangsa. Program pertukaran pelajar atau kolaborasi dengan sekolah di luar negeri dapat menjadi sarana bagi murid memahami perbedaan budaya serta mempererat persaudaraan global.
Pendidikan multikultural dapat menjadi bagian dari kurikulum nasional agar murid terbiasa dengan konsep toleransi dan memiliki perspektif lebih inklusif dalam memahami dunia. Dengan menanamkan sikap terbuka terhadap keberagaman, sekolah tidak melulu membentuk individu yang berkarakter, tetapi juga membangun generasi yang siap berkontribusi dalam menjadikan masyarakat lebih adil dan harmonis.
Dalam beberapa kasus, beberapa sekolah cenderung mempertahankan pola perekrutan yang kurang inklusif, baik dalam hal penerimaan murid maupun tenaga pendidik, sehingga membuat lingkungan yang kurang mencerminkan keberagaman masyarakat Indonesia.
Sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan prinsip dasar yang menegaskan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.
- Dewan Pakar BPIP Apresiasi Komitmen Menlu Sugiono Jalankan Diplomasi Pancasila
- Manipulasi Nilai, Antara Realitas Pendidikan dan Pencarian Kebenaran
- Baper soal Pancasila ala Willy Aditya
- Refleksi Akhir Tahun, BPIP Komitmen Jaga dan Kuatkan Pembinaan Ideologi Pancasila
- Waket Komisi VIII DPR-LDII Ingatkan Persoalan Kebangsaan Hadapi Tantangan Berat
- Kumpul Bareng Komunitas Tionghoa di PIK, Ridwan Kamil Gaungkan Toleransi