Sila Kedua Pancasila: Antara Filosofi, Realitas, dan Implementasi di Sekolah

Oleh: Odemus Bei Witono - Direktur Perkumpulan Strada dan Pemerhati Pendidikan

Sila Kedua Pancasila: Antara Filosofi, Realitas, dan Implementasi di Sekolah
Direktur Perkumpulan Strada dan Pemerhati Pendidikan Odemus Bei Witono. Foto: Dokumentasi pribadi

Jika kondisi demikian terus dibiarkan, maka sekolah yang seharusnya menjadi ruang pembelajaran dan persatuan justru berpotensi memperkuat prasangka sosial dan menghambat integrasi antar kelompok dalam masyarakat.

Selain segregasi sosial, minimnya pelatihan bagi pendidik dalam menghadapi isu keberagaman dan inklusifitas juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak guru belum mendapatkan pembekalan memadai tentang bagaimana merancang lingkungan belajar yang benar-benar inklusif dan adil bagi semua murid, tanpa memandang latar belakang mereka.

Tanpa pemahaman cukup, tidak jarang muncul ketimpangan dalam pendekatan pengajaran, di mana guru secara tidak sadar menerapkan kebijakan atau metode yang kurang sensitif terhadap keberagaman.

Hal ini dapat berakibat pada adanya diskriminasi terselubung, seperti pemberian kesempatan yang tidak merata bagi murid dari latar belakang tertentu dalam berbagai aspek, termasuk dalam program ekstrakurikuler, akses terhadap sumber daya pendidikan, hingga kesempatan untuk berpartisipasi dalam kompetisi akademik maupun non-akademik.

Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan kebijakan lebih tegas dalam memastikan bahwa seluruh sekolah, baik negeri maupun swasta, menerapkan prinsip inklusifitas dan keberagaman secara konsisten. Pemerintah diharapkan lebih aktif dalam melakukan pengawasan terhadap kebijakan pendidikan di setiap daerah agar tidak terjadi bias yang merugikan kelompok tertentu.

Pendidikan nilai-nilai kebinekaan juga perlu diintegrasikan dalam kurikulum secara lebih eksplisit agar murid terbiasa dengan pola pikir yang menghargai perbedaan sejak dini. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan sekolah benar-benar menjadi tempat bagi setiap individu agar dapat tumbuh dan berkembang tanpa hambatan sosial, serta berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih berkeadilan dan harmonis.

Sebagai catatan akhir, sila kedua Pancasila memiliki peran penting dalam membentuk karakter masyarakat adil dan beradab. Dalam konteks pendidikan berbasis keragaman, penerapan sila ini menjadi semakin penting untuk menjamin bahwa setiap individu mendapatkan kesempatan setara mengakses pendidikan berkualitas.

Implementasi nilai-nilai sila kedua di sekolah diharapkan menghasilkan lingkungan belajar inklusif, dan dapat membangun masyarakat secara lebih toleran plus harmonis.

Sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan prinsip dasar yang menegaskan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News