Simak Pengakuan Mantan Teroris Bom Bali Ini
Dalam wawancara khusus dengan JPNN beberapa waktu lalu, pengamat terorisme yang juga mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) Al Chaidar mengatakan, para teroris di Indonesia rata-rata sangat terlatih.
"Seperti saya di Afghanistan dan Mindanau, mereka juga memperoleh pelatihan membunuh, memiting, menyergap. Setiap pelatihan harus selesai dulu, baru masuk ke tahap berikutnya," kata Al Chaidar.
Pandangan senada juga dikemukakan Ali Imron dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu. Dia mengaku menempuh pendidikan di Akademi Militer Mujahidin Afghanistan.
"Di sana semua kami pelajari, sampai penggunaan senjata kimia. Setelah lulus kami juga diberi pangkat sama seperti di TNI," katanya.
Imron membantah jika disebut aksi-aksi terorisme di Indonesia direkayasa demi kepentingan politik pihak tertentu.
"Ini fakta, supaya masyarakat tahu. Kami di Jamaah Islamiyah, yang kami inginkan adalah NKRI menjadi negara Islam sebagaimana NII dulu," ucap Imron.
Imron meyakini, keinginan mengubah Indonesia menjadi negara Islam akan tetap ada. Karena hadir dari sebuah ideologi yang tertanam begitu kuat dalam pikiran.
Penjelasan Imron sekaligus mematahkan pandangan yang meyakini aksi terorisme mudah berkembang karena faktor kemiskinan. Peristiwa bom bunuh di Surabaya menguatkan pandangan itu.
Kasus bom bunuh diri di Surabaya menunjukkan bahwa jumlah teroris di Indonesia masih cukup banyak.
- Fadli Zon Singgung Kemerdekaan Palestina di Forum Parlemen Negara-Negara Islam
- Capim KPK Ali Imron Dapat Restu dari Tokoh Masyarakat Jateng
- Anak Polisi Korban Bom Surabaya Diterima Sebagai Bintara Polri
- Soroti Kemiskinan di Negara Islam, Indonesia Desak OKI Ambil Tindakan
- Al-Qur'an Dibakar di Swedia, Begini Reaksi OKI
- Kapan Ferdy Sambo Dieksekusi Mati? Ini Jawabannya, Jangan Kecewa, Dor!