Singa Putih

Oleh Dahlan Iskan

Singa Putih
Dahlan Iskan dan KH Syaifullah Arif Billah. Foto: disway.id

Itulah gedung yang dikerjakan hanya selama 40 hari. Seluruh santri ikut membangun. Siang malam. Dengan arsitek kiai sendiri.

Di samping mengharamkan tidur bagi dirinya sendiri, sang kiai juga mengharamkan beristri lebih dari satu. Ia contohkan itu ke masyarakat. Kiai sendiri sering mengantar istrinya ke pasar.

Saat peresmian itu sang kiai minta ibunya naik panggung. Di situ kiai mencium kening ibunya. Mencium lutut sang ibu. Mencium kaki sang ibunda.

Ayah sang kiai sudah meninggal lama. Namun sang ayah masih sempat menyaksikan kiprah anaknya itu membangun pesantren.

Sang ayah juga sering ikut pengajian anaknya. "Ayah saya selalu saya pakai contoh sebagai ayah yang mulia. Yakni ayah yang tidak canggung ikut mengaji ke anak," ujar kiai seperti ditirukan Sholeh.

Yang juga menarik: istigasah di pondok ini dilakukan dengan cara melantunkan syair. Kesannya lebih berdendang syair daripada istighotsah. Syair itu juga gubahan sendiri sang kiai.

Dalam syair itu dilantunkan dulu kalimat pujian pada Tuhan dalam bahasa Arab. Lalu disambung lantunan syair dalam bahasa Jawa. Dilagukan. Dengan irama yang berbeda-beda.

Pondok ini juga tidak mau menerima BOS (bantuan operasional sekolah). Atau bantuan apa pun dari pemerintah.

Saya sudah punya banyak jimat. Bentuknya macam-macam. Mulai Alquran seukuran kuku jempol sampai batu akik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News