Sipil dan Militer Tidak Sejalan
Membangun hakikatnya adalah membangun manusia, kalau terus dibunuh, siapa yang akan menikmati pembangunan? Presiden harus dapat mengendalikan militernya sehingga militer tidak semena-mena melakukan tindakan terhadap rakyatnya. Garis komando harus sepenuhnya datang dari presiden sebagai Panglima Tertinggi sehingga di Papua hanya terdapat satu pemerintahan saja yaitu pemerintahan sipil yang pendekatannya dilakukan dengan pendekatan kemanusiaan.
Bulan Agustus tahun 2017 dimana Bangsa Indonesia akan merayakan kemerdekaan ke-72 diwarnai dengan aksi gabungan Brimob dan tentara yang melakukan penembakan terhadap masyarakat di Kabupaten Deiyai Papua dengan alasan mengancam orang lain. Sudah 72 tahun Indonesia merdeka, apakah pendekatan seperti ini masih perlu dilakukan? Belum lagi kasus-kasus pelanggran HAM yang lainnya yang belum ada penyelesaiannya. Harus ada rekonsiliasi bersama terkait masalah pelanggaran HAM agar tingkat kepercayaan masyarakat Papua bisa pulih terhadap pemerintah pusat dan sistem pendekatan militer harus direformasi total ke arah yang lebih manusiawi serta TNI-Polri harus tunduk kepada Presiden sebagai panglima tertinggi.(***)
Oleh Hironimus Hilapok
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Seorang Pelajar SMKN 4 Semarang Meninggal Dunia, Diduga Ditembak Polisi
- Kasus Polisi Tembak Polisi, Kompolnas Temukan Fakta Ini di Lokasi
- Ketua MRP Papua Barat Daya: Jangan Golput, Pastikan Pesta Demokrasi Aman dan Lancar
- Lemkapi Sebut Perbuatan AKP Dadang Telah Menurunkan Muruah Kepolisian
- AKP Dadang Iskandar Pembunuh Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Terancam Dihukum Mati
- Program Sarapan Sehat Bergizi tak Hanya untuk Anak Didik, Tetapi juga Menyasar Para Guru