Sistem Pengerukan Waduk Pluit Terlalu Boros

Sistem Pengerukan Waduk Pluit Terlalu Boros
Sistem Pengerukan Waduk Pluit Terlalu Boros

jpnn.com - KONTRAK pengerukan Waduk Pluit terhenti lantaran pihak kontraktor hanya diberikan kesempatan untuk mengerjakan sebanyak 20 persen dari total pekerjaan atau senilai Rp 20 miliar. Pengerukan tersebut dinilai sejumlah kalangan juga bisa menjadi temuan indikasi penyimpangan, sebab bercampur antara penggunaan dana dari Pemprov DKI Jakarta dengan dana Coorporate Social Responsibility (CSR).

Ketua Serikat Kontraktor Jakarta (SKJ) Pontas Limbong mengatakan, pengerukan di Waduk Pluit semestinya dilakukan Pemprov DKI Jakarta secara terintegrasi. Apalagi teknis pengerjaan yang dilaksanakan pihak kontraktor selama ini dinilai tidak efektif. Sebab sistem pengerukan dan pengangkutan tanah dengan menggunakan truk hanya akan membuang waktu pengerjaan.

Menurut Pontas, Pemprov DKI semestinya bisa memikirkan upaya penyelesaian Waduk Pluit secara cepat dan tepat. “Kalau menggunakan sistem seperti sekarang ini, pelaksanaannya lamban. Harusnya menggunakan sistem dreager, sehingga lumpur langsung bisa dibuang ke laut. Ini efektif ketimbang diangkut truk, tercecer dan kotori lingkungan. Seharusnya bisa menggunakan kapal di lokasi untuk menghisap lumpur,” kata Pontas seperti yang dilansir INDOPOS (JPNN Group), Selasa (26/11).

Pontas menegaskan, pembuatan Waduk Pluit sebaiknya menggunakan filosofi mangkok makanan. Sehingga air bisa ditampung dan kedap air, serta bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas. Seperti pada bagian pinggir waduk dipasang sheetpile (turap dinding) dan dicor beton dengan kedalaman 20 meter. Dengan luas 60 hektar, maka bisa menampung air sebanyak 12 juta kubik.

Jika satu orang di Jakarta menggunakan 2 kubik air per hari, ungkap Pontas, maka Waduk Pluit bisa memenuhi kebutuhan air bagi 6 juta jiwa. “Artinya bisa mencukupi tiga per empat dari jumlah penduduk di Jakarta yang mencakup wilayah Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Jakarta Timur,” bebernya.

Selain untuk menanggulangi persoalan banjir di Jakarta, tutur Pontas, keberadaan Waduk Pluit semestinya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan wisata atau rekreasi bagi masyarakat. Artinya pembangunan yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta bisa terintegrasi dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat.

“Sehingga upaya penyelesaian program Waduk Pluit bisa dengan cara anggaran multiyears, atau build operate and transfer (BOT). Dengan cara tersebut bisa cepat tuntas. Atau bisa dengan menyediakan investor yang berminat mengelola waduk sekaligus sebagai tempat rekreasi. DKI bisa meminta bantuan pemerintah pusat,” tambah dia.

Sebelumnya Wakil Gubernur Basuki Tjahja Purnama (Ahok) menegaskan bahwa kontrak pengerukan atau 20 persen dari total pekerjaan di Waduk Pluit telah berakhir. Pemprov DKI sengaja membuat kontrak yang seperti itu. Mengingat belum semua warga di bantaran Waduk Pluit mau dipindahkan. Dengan kondisi tersebut, Pemprov DKI tidak berani untuk mengeruk lebih dalam, kawatir membuat tanah longsor atau merobohkan rumah warga.

KONTRAK pengerukan Waduk Pluit terhenti lantaran pihak kontraktor hanya diberikan kesempatan untuk mengerjakan sebanyak 20 persen dari total pekerjaan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News