Sistem Perencanaan Nasional Model GBHN Terbentur Yuridis

Selain itu, juga adanya sinkronisasi pembangunan antara pusat dan daerah serta antardaerah, perwujudan kedaulatan rakyat, ukuran capaian pembangunan nasional dan upaya-upaya percepatannya.
Menurut Deding, reformulasi sistem perencanaan model GBHN penting karena Presiden Joko Widodo memiliki misi untuk kelanjutan pembangunan.
“ Kita jelas kehilangan kompas dan pedoman. Padahal, kita membangun secara keseluruhan yang harus didukung oleh kebijakan selaras antara pusat dan daerah,” kata Deding.
Menurut Margarito, yang menjadi persoalan saat ini adalah UUD NRI 1945 tidak lagi memberikan kewenangan kepada MPR untuk menetapkan GBHN.
“Kesulitan untuk memberikan justifikasi konstitusional untuk membuat mirip dengan GBHN. Masalah utamanya di sini,” kata Margarito.
Dia mengatakan, ada perbedaan luar biasa antara pusat dan daerah, termasuk antara sesama daerah.
“Seharus definisi dibuat bersama. Masalahnya ada kesulitan melinierkan kebijakan antara pusat dan daerah. Karena presiden dari partai PDI Perjuangan, sementara kepala daerah dari partai lain. Kalau ada satu pedoman maka akan selaras,” kata Margarito.
Deding dan Margarito sepakat dilakukan revisi undang-undang yang merupakan prosedur paling sederhana untuk kondisi saat ini.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sudah sepakat menghadirkan sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN.
- IHSG Anjlok, Waka MPR: Kuatkan Basis Investor Instituional Domestik
- Gelar Bazar Murah di Subang, Waka MPR: Ringankan Beban Masyarakat
- Waka MPR Jajaki Peluang Investasi di Bidang Teknologi Karbon Rendah
- Dukung Eksistensi BPKH, Ketua MPR: Penting untuk Meringankan Biaya Haji
- Anak Menkum Supratman dan Ahmad Ali Dilaporkan ke KPK terkait Pemilihan Pimpinan MPR dan DPD
- Waka MPR Apresiasi Penjelasan Dirut Pertamina: Redam Kegundahan Publik