Skandal Demurrage Beras Mengindikasikan Adanya Kecurangan di Bulog
jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Gerakan Bersama Buruh/Pekerja BUMN (Geber BUMN) Achmad Ismail meyakini skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294, 5 miliar jelas disebabkan oleh adanya kecurangan alur adminstrasi dan kewenangan yang dilakukan Perum Bulog pimpinan Bayu Krisnamurthi.
Keyakinan Ais sapaanya didasari oleh klaim Dirut Perum Bayu Krisnamurthi yang mengaku telah menerapkan praktek transparan dalam mekanisme lelang impor beras namun menyisahkan skandal demurrage atau denda impor beras dengan nilai Rp 294,5 miliar.
“Kasus demurrage beras itu mengindikasikan adanya fraud atau kecurangan di perusahaan Bulog lewat alur administratif berikut kewenangan yang menyertainya,” kata Ais, Jumat,(26/7).
Ais menambahkan, munculnya skandal demurrage atau denda impor beras dengan nilai Rp 294,5 miliar juga disebabkan lantaran sistem anti fraud yang membentengi Perum Bulog sudah tidak berfungsi.
“Sehingga ada pihak tertentu yang leluasa memanfaatkannya,” papar Ais.
Ais mencurigai adanya kerja sama pihak eksternal dan internal yang berkolaborasi untuk mencari keuntungan pribadi sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 294,5 miliar akibat demurrage tersebut.
“Adanya dampak kerugian dari fraud lewat alur itu harus segera ditindaklanjuti melalui perbaikan sistem tatakelola dan penegakan hukumnya,” ungkap praktisi BUMN ini.
Dengan kondisi demikian, Ais menekankan, perlunya evaluasi alur importasi beras secara total dengan menutup celah-celah potensi fraud dan korupsi.
Kasus demurrage beras itu mengindikasikan adanya fraud atau kecurangan di perusahaan Bulog lewat alur administratif berikut kewenangan yang menyertainya
- Kabar Gembira untuk Petani, Prabowo Naikkan Harga Gabah dan Jagung
- Prabowo Hentikan Impor Beras ke Indonesia pada 2025
- Pengumuman, Beras Bakal Kena PPN 12 Persen, Simak Detailnya
- Anak Buah Prabowo Yakin 2025 Indonesia Bebas dari Impor
- Harga Telur Ayam Makin Tinggi, Hari Ini Sebegini
- Pemerintah Resmi Setop Impor di 2025, Ini Alasannya