SMK di Papua Sulit Ikuti Perkembangan Otomotif
Jumat, 14 Mei 2010 – 21:31 WIB
JAKARTA -- Guru pendamping dari SMKN 6 Jayapura, Papua, Ricky Poana, mengakui pihaknya sangat kesulitan untuk mengetahui perkembangan dunia atau industri otomotif di tanah air. Menurutnya, hal tersebut disebabkan keterbatasan jumlah bengkel-bengkel resmi otomotif di Jayapura.
“Mobil yang beredar di Papua umumnya adalah mobil-mobil dengan tipe lama. Selain itu, bengkel-bengkel resmi seperti Toyota Astra juga terbatas. Sehingga, siswa-siswa kami kerap kesulitan untuk mengupdate pengetahuan mengenai otomotif,” ungkapnya di sela ajang Lomba Kompetensi Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (LKS SMK) di Arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Kemayoran, Jakarta, Jumat (14/5).
Tingkat kesulitan itu, lanjut Ricky, terutama terletak pada materi-materi yang harus dikuasai oleh para anak didiknya. Disebutkan, di ajang lomba ini sedikitnya ada enam kompetensi yang harus dikuasai. Antara lain dimulai dari petrol engine tune. Yakni, pengetahuan mengenai sistem perawatan berkala atau pemeriksaan rutin. Selanjutnya, mengenai steering and suspension, yaitu pemeriksaan sistem kemudi dan penggerak roda.
Menyadari kekurangan yang ada, Ricky mengatakan, pihak SMKN 6 Jayapura sebelumnya terpaksa mengirim Muhammad Asrul—anak didiknya ke Malang untuk belajar selama dua minggu mengenai perkembangan otomotif sebelum melanjutkan perjalanannya langsung ke Jakarta untuk mengikuti LKS.
JAKARTA -- Guru pendamping dari SMKN 6 Jayapura, Papua, Ricky Poana, mengakui pihaknya sangat kesulitan untuk mengetahui perkembangan dunia
BERITA TERKAIT
- Pilih Hotel sebagai Fasilitas Kampus, CEO UIPM Beri Penjelasan Begini
- Eramet & KBF Berikan Beasiswa untuk Mahasiswa Indonesia Timur, Ini Harapan Gubernur Sulut
- Sebanyak 96 Mahasiswa Presentasikan Hasil Riset di Knowledge Summit
- Dukung Gerakan Literasi Heka Leka, Anies Baswedan Bicara Potensi Anak-anak Maluku
- Research Week 2024: Apresiasi Kinerja Dosen Untar Hasilkan Karya Ilmiah Berkualitas
- Adaro Donasikan Paket Seragam Sekolah Senilai Rp 2,4 Miliar untuk Anak Kurang Mampu