Soal Denda Grab, kok Konsumen yang Harus Dikorbankan?

jpnn.com, JAKARTA - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai langkah Grab menerapkan denda bagi pembatalan pesanan berpotensi melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No.8/1999).
Menurut Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak ada kesalahan argumentasi yang dilakukan Grab dalam kebijakan denda bagi pelanggan tersebut.
Rolas menilai lahirnya kebijakan denda itu berakar pada kelemahan sistem Grab.
“Namun itu seperti dilimpahkan kepada konsumen,” ujarnya.
Rolas memahami bahwa Grab ingin mengikis kemunculan pesanan fiktif, di mana terdapat pelanggan iseng yang memesan, namun seketika membatalkan pesanan.
Padahal, menurut Rolas, di lapangan kerapkali kejadian itu berawal dari ulah mitra pengemudi ataupun kelemahan sistem Grab.
“Seringkali ada permintaan dari mitra pengemudi membatalkan pesanan kepada konsumen, agar tidak ada pemotongan deposit. Ataupun persaingan antar mitra pengemudi untuk mengerjai sesama rekan, maka ada yang curang membuat pesanan fiktif,” kata Rolas.
Hal tersebut merupakan pangkal soal yang terletak pada kelemahan sistem Grab, bukan malah dilimpahkan kepada denda konsumen.
Hal tersebut merupakan pangkal soal yang terletak pada kelemahan sistem Grab, bukan malah dilimpahkan kepada denda konsumen.
- Bantu Mitra Pengemudi dan Merchant, Grab Menghadirkan Solusi Berbasis AgenticAI
- YIPB, OVO, dan Grab Resmi Uji Coba MBG untuk Ribuan Siswa di Sekolah Khusus
- Gandeng OVO & Grab, YIPB Luncurkan Program Uji Coba MBG di Sekolah Khusus se-Tangerang Raya
- Grab Indonesia Klarifikasi soal Pemberian BHR Rp 50 Ribu ke Mitra Pengemudi
- YIPB Bareng Grab & OVO Menghadirkan MBG untuk SKH di Tangerang Raya
- Grab Merilis Layanan Terbaru Fitur Bayarin, Ada Cashback dari OVO