Soal Golkar, Anak Buah Prabowo Tuding Pemerintah Otoriter

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai bahwa Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly telah melakukan abuse of power atas keputusannya menerbitkan surat yang mengakui keabsahan Golkar hasil Munas Ancol, pimpinan Agung Laksono. Keputusan ini menurutnya akan merugikan pemerintah sendiri.
Menurut Fadli, apa yang dilakukan oleh Menkum HAM jelas-jelas keputusan politik bukan keputusan hukum. Apalagi, Menkum HAM punya standar ganda karena ada perlakuan berbeda antara dua partai yang berkonflik, yakni PPP dan Golkar.
“Ini menodai dan menginjak-injak demokrasi kita. Ini adalah salah satu tanda pemerintahan yang otoriter, persis yang dilakukan di zaman dulu ketika PDI dipecah belah dan partai dipecah belah untuk kepentingan politik pemerintah dan ini akan merugikan pemeritah sendiri," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (11/3).
Politikus yang kini menjabat Wakil Ketua DPR ini mengaku sudah melihat gejala keberpihakan pemerintah sejak awal, terutama ketika Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdjiatno ikut campur mengurusi tempat dan tanggal Munas Bali.
Karenanya Fadli yakin keputusan pemerintah ini akan merugikan pemerintah sendiri. Sebab, pemerintah tidak becus mengurus politik dan tidak becus mengurus masalah ekonomi. "Nah pemerintahan macam ini tidak akan bisa me-manage apa yang jadi cita-citanya ke depan," tegasnya.(fat/jpnn)
JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai bahwa Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly telah melakukan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Jujurlah, Apa Alasan Pengangkatan PPPK 2024 Maret 2026? Ada 3 Hal Harus Dijelaskan
- Gandeng Komdigi, Mentrans Iftitah Ingin Transformasi Transmigrasi Optimal
- Keluarga Gamma Rizkynata: Hukuman Aipda Robig Harus Maksimal, Jangan Dikurangi!
- RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah Perlu Partisipasi Publik demi Tata Kelola yang Adil
- Ahmad Luthfi: Jawa Tengah Siap Sambut Kedatangan Pemudik Lebaran 2025
- Warga Kampung Bayam yang Menempati Rusun Harus Bayar Rp 1,7 Juta per Bulan