Soal Hukuman Mati Dalam KUHP, Wayan Sudirta: Penerapannya Selektif

Soal Hukuman Mati Dalam KUHP, Wayan Sudirta: Penerapannya Selektif
Anggota Komisi III DPR RI Wayan Sudirta. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Hukuman mati yang masih tercantum dalam KUHP baru yang disahkan baru-baru ini merupakan sikap DPR yang mencerminkan jalan tengah dari pendapat pro dan kontra terhadap pengaturan sanksi tersebut.

Sejumlah aktivis LSM dan HAM menolak hukuman mati, sementara kelompok lain tetap mendesak diaturnya hukuman mati atas kejahatan tertentu seperti gembong narkoba, kejahatan terhadap perempuan, kejahatan terhadap kemanusiaan dan HAM, sampai terorisme.

Anggota Komisi III DPR RI Wayan Sudirta menegaskan hal itu saat bicara sebagai narasumber dalam “Roundtable Discussion - Hukuman Mati di Indonesia: Perkembangan Advokasi Kasus Hukuman Mati dan Kondisi Terpidana Mati di Indonesia Pasca-Penetapan KUHP” di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Acara ini diselenggarakan oleh KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).

Selain Sudirta, narasumber lain yang juga berbicara di forum tersebut adalah Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung, Kementerian Hukum dan HAM, LBH Masyarakat dan sejumlah penanggap yakni Komnas HAM, Komnas Perempuan, HRWG, LBH Jakarta, YLBHI, Migrant Care, ICJR, SETARA Institute, PBHI, INFID dan Kelompok Buruh Migran.

Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan pengaturan pidana mati dalam KUHP saat ini merupakan jalan terbaik yang mengakomodasi seluruh kepentingan dan pandangan tentang relevansi hukuman mati sebagaimana diatur dalam Pasal 67, 98, 99 100, 101 KUHP.

Lebih lanjut, Sudirta menjelaskan pidana mati lebih tepat jika dikeluarkan dari kelompok pidana pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHP.

“Diatur secara khusus atau bersyarat sebagaimana menjadi pidana yang selalu diancamkan secara alternatif,” kata Sudirta.

Hukuman mati yang masih tercantum dalam KUHP baru yang disahkan baru-baru ini merupakan sikap DPR yang mencerminkan jalan tengah dari pendapat pro dan kontra.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News