Soal Kerugian Negara Rp 300 Triliun di Kasus Korupsi Timah Harus Dikaji Lagi

Soal Kerugian Negara Rp 300 Triliun di Kasus Korupsi Timah Harus Dikaji Lagi
Kerugian negara sebesar Rp 300 triliun pada korupsi timah harus dikaji ulang. Foto: Ricardo/JPNN.com

Namun, Ichwan mencatat bahwa meskipun ada peningkatan dalam pangsa pasar ekspor, jumlah total hasil penambangan tidak mengalami perubahan signifikan.

"Jumlah total hasil penambangan tidak berubah secara signifikan sebelum dan sesudah kerja sama smelter," tambahnya.

Data menunjukkan bahwa ekspor logam Indonesia tetap stabil sekitar 80.000 ton pada tahun 2017 dan menurun sedikit menjadi sekitar 79.000 ton pada tahun 2019.

Ini, lanjut dia, bisa dicapai berkat program kemitraan dengan penambang rakyat dengan membeli timah hasil penambangan mereka.

Ichwan Zuwardi menjelaskan bahwa perusahaan memiliki Program SHP (Sisa Hasil Pengolahan) adalah upaya untuk mengambil sisa hasil dari bekas tambang.

"Program SHP tidak melibatkan kegiatan penambangan baru. Hasil dari SHP berupa pasir timah dengan kadar rendah," ungkap Ichwan.

Ia menambahkan bahwa pasir timah dengan kadar rendah tersebut memerlukan proses tambahan untuk meningkatkan kadarnya, yang dikenal dengan istilah washing.

"Proses washing untuk meningkatkan kadar timah dalam pasir memerlukan biaya sekitar 100-200 US$ per ton," kata Ichwan.

Sejumlah pihak meminta agar angka kerugian negara sebesar Rp 300 triliun di kasus korupsi timah untuk dikaji lagi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News