Soal Polemik THR Mitra, Pakar: Tuntutan Populis yang Kontradiktif dengan Regulasi

Soal Polemik THR Mitra, Pakar: Tuntutan Populis yang Kontradiktif dengan Regulasi
THR bagi mitra pengemudi disebut sebagai tuntutan populis yang kontradiktif dengan regulasi. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Kemudian, tidak ada instruksi langsung dari perusahaan aplikasi, instruksi didapatkan dari konsumen. Mitra pengemudi memiliki kebebasan penuh untuk menerima atau menolak pesanan dari konsumen.

Selanjutnya, soal upah, tidak ada gaji tetap dari perusahaan aplikasi, melainkan sistem bagi hasil, di mana mitra pengemudi membayar biaya sewa aplikasi untuk mengakses pelanggan.

Kalaupun ada kehendak untuk menjadikan mitra pengemudi masuk dalam kategori pekerja dengan hubungan kerja didalamnya, maka perlu ada perubahan secara sistemik, mulai definisi pekerja, unsur hubungan kerja dan lain-lain.

Ari menyebut pemberian tunjangan hari raya (THR) diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016, yang mensyaratkan bahwa THR hanya diberikan kepada pekerja yang memiliki hubungan kerja. Dari perspektif mitra pengemudi wacana pemberian THR direspons positif.

Namun, jika pemerintah melalui Menaker memaksakan kebijakan ini terhadap perusahaan aplikasi ride-hailing, maka akan terjadi benturan dalam tatanan-sistem hukum ketenagakerjaan yang ada.

Untuk itu, dia menyebut perlu ada kajian mendalam sebelumnya. Apalagi jika benar adanya wacana pemberlakuan THR bagi mitra pengemudi lebih mencerminkan tekanan politik dan populisme ketimbang kebijakan yang berbasis regulasi dan keberlanjutan ekonomi.

Dia mengatakan jika pemerintah ingin mengambil langkah populis untuk menunjukkan keberpihakan kepada pekerja, harus juga mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap fleksibilitas kerja dan ekosistem ride-hailing.

Ari menilai jika pemerintah serius ingin mendukung kesejahteraan mitra pengemudi, solusinya bukanlah dengan memaksakan kebijakan yang bertentangan dengan regulasi atau sistem hukum yang ada. Akan tetapi, dengan memberikan insentif yang lebih relevan, misalnya, melalui program perlindungan sosial, akses pembiayaan yang lebih mudah, serta skema insentif berbasis produktivitas.

Pakar dari UGM Ari Hernawam menyoroti soal polemik tunjangan hari raya (THR) bagi para mitra.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News