Soal Royalti ke PT Timah, Eks Dirjen Minerba Jelaskan Begini
Menurut Bambang, pembayaran pajak dan royalti kepada negara tersebut harus dilakukan oleh perusahaan yang legal dan berbadan hukum.
"Kalau bayar royalti, bayar pajak itu kan mesti ada nomor NPWP-nya.
Berarti itu dari legal, harus berbadan hukum dan legal. Kalau ilegal tidak pernah bayar royalti," tuturnya.
Pernyataan Bambang ini tidak sejalan dengan kerugian negara sebesar Rp 26,649 triliun atas pembayaran bijih timah kepada mitra PT Timah. Pasalnya, bijih timah tersebut belum menjadi milik PT Timah.
Dalam sidang sebelumnya, Riza juga pernah mengungkapkan bahwa pembelian bijih timah kepada mitranya senilai Rp 26,649 triliun telah menghasilkan pendapatan dua kali lipatnya.
Dia menyebutkan bahwa pembelian bijih timah dari 2015 sampai 2022 sebesar Rp 26,649 triliun yang disebutkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai kerugian negara telah menjadi pendapatan perusahaan kurang lebih Rp 50 triliun melalui penjualan logam timah.
"Kalau kami lihat dari seluruh perolehan bijih Timah dari 2015 sampai 2022, itu semua sudah diproduksi jadi logam. Logam itu sudah dijual dan pendapatannya itu kalau tidak salah 50 triliun," kata Riza. (mcr4/jpnn)
Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan bahwa bijih timah yang ada di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah belum menjadi milik PT Timah jika royalti belum dibayar
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi
- Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara, Ini Hal yang Memberatkan
- Selain Dituntut 12 Tahun Penjara, Harvey Moeis Juga Harus Ganti Rugi Rp210 Miliar
- Korupsi Timah, 2 Petinggi Smelter Swasta Dituntut 14 Tahun Penjara
- Kasus Korupsi Timah, Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara
- Saksi Ahli Singgung Gugatan Perdata Jika Penyidik Gagal Temukan Bukti Korupsi Timah
- Sidang Kasus Timah, Harvey Moeis Klaim Kerja Sama PT Timah dengan Smelter Swasta Berdampak Positif