Social Legal Dinilai Bisa Jadi Solusi Sengketa Wilayah Pulau Banyak

Social Legal Dinilai Bisa Jadi Solusi Sengketa Wilayah Pulau Banyak
Ilustrasi pulau. Foto: Edi Suryansyah/JPNN.com

“Empat pulau ini harus dapat segera diselesaikan. Karena ini sangat berdampak terhadap para nelayan kita,” kata Asisten I Pemkab Aceh Singkil itu.

Junaidi menjelaskan bahwa dalam aspek hukum polemik perbatasan sebelumnya telah diselesaikan oleh Pemerintah Aceh dan Sumut pada 1992.

Kedua provinsi menyatakan kesepakatan bersama batas termasuk masalah empat pulau yang kini menjadi sengketa.

Dalam peta perbatasan antara kedua provinsi tahun 1992, terlihat bahwa Pulau Mangkir besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang masuk dalam wilayah Aceh yang kala itu masih bernama Daerah Istimewa Aceh (DIA).

Kemudian, kesepakatan bersama Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) Aceh dan Sumut kembali terjadi pada 31 Oktober 2002.

Dalam rapat di Jakarta, disepakati dan dipasang enam pilar batas serta satu pilar titik acuan di Pulau Panjang antara Kabupaten Singkil Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Dairi, Sumut.

Data hasil pengukuran dan pemasangan pilar oleh Pemkab Aceh Singkil bekerja sama dengan Topografi Iskandar Muda dan Bakosurtanal, pada 19 September 2002, bahwa telah dipasang PBU 007 di Pulau Panjang dengan koordinat 2° 05’ 53.50" LU, 98° 10’ 46.92" BT.

Tidak hanya itu, bahkan hingga saat ini, kebiasaan serta budaya masyarakat Kabupaten Aceh Singkil diketahui warga dari Kabupaten Tapanuli Tengah. Salah satu di antaranya mengenai larangan melaut di Hari Jumat.

Kemendagri memasukkan empat pulau yang jadi bagian Kepulauan Pulau Banyak di Aceh Singkil kedalam wilayah Sumatera Utara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News