Sodiq Amin

Oleh: Dahlan Iskan

Sodiq Amin
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Juga tidak ada istilah loncat pagar di sana. Tapi ada ''pelintas lantai''.  Pedagang kuda dan pelintas lantai itu disebut Imran sebagai bukan orang yang sodiq dan amin. Dua istilah itu, di Indonesia, sering diucapkan sebagai ''sodiq dan amanah''.

Intinya: politisi yang seperti itu tidak bisa dipercaya. Menurut Imran mereka harus dilarang jadi anggota DPR. Seumur hidup. Mereka dianggap melanggar keterwakilan seperti yang dimaksudkan konstitusi. Mereka melanggar konstitusi.

Begitulah inti surat yang dikirim kuasa hukum mantan perdana menteri Imran Khan. Surat itu ditujukan ke Mahkamah Agung. Tindasannya ke banyak pihak. Termasuk ke pemerintahan baru Pakistan yang menggantikannya.

Imran menghendaki agar MA mengeluarkan putusan: mencabut hak politik mereka yang tidak sodiq dan amanah itu. Agar tidak bisa dipilih lagi sebagai anggota DPR. Seumur hidup mereka.

Itu menunjukkan betapa jengkel Imran atas pengkhianatan anggota DPR dari partainya. Yang menyeberang dari lantai pemerintah ke lantai oposisi. Memang tidak ada pagar yang memisahkan antara tempat duduk kedua blok itu. Mudah. Tinggal menyeberang begitu saja. Justru akibatnya yang sulit –bagi Imran Khan: ia jatuh dari kursi pusat kekuasaan.

Di Amerika yang seperti itu biasa. Terang-terangan. Pun pekan lalu. Beberapa anggota Senat dari Partai Republik memilih Ketanji Brown Jackson sebagai hakim agung yang baru. Padahal kebijakan Partai Republik jelas: jangan pilih dia.

Dia dicalonkan oleh Presiden Joe Biden. Dia adalah wanita kulit hitam pertama yang menjadi calon hakim agung. Di AS, Hakim Agung itu jabatan seumur hidup. Beranggotakan 9 hakim agung.

Mereka hanya bisa kehilangan jabatan kalau meninggal dunia. Atau mengundurkan diri.

Sudah diputuskan: Sri Lanka tidak bisa membayar utang. Sabtu lalu. Terserah mau diapakan. Perdagangan saham pun dihentikan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News