Soesilo Toer, Doktor Pemulung Sampah, Dulu Kaya Raya (4)
”Saya tahu kalau dia adik Pram yang santrawan hebat itu. Tapi saya tak tahu kalau dia doktor,’’ kata Endang, pemilik toko pakaian di Pasar Pitik Blora. Nyaris setiap hari Soesilo memulung sampah di depan tokonya.
Soesilo bangga sebagai pemulung. Itulah bagian dari manusia sesungguhnya. Menjadikan barang yang sudah tidak bermanfaat menjadi bernilai. ”Saya sejak kecil ngorek sampah. Di Rusia juga begitu. Sebab ngorek sampah sudah jadi bagian dari hidup saya,” tutur ayah dari Benee Santoso ini.
Sebelum belajar ke Rusia, Soes -panggilannya- sempat belajar ekonomi di Universitas Indonesia. Masuk tanpa tes. Sebab nilainya memuaskan. Matematika dan ekonomi mendapat nilai 10. Sedangkan Bahasa Inggris mendapat 8.
Soesilo sempat juga mengenyam pendidikan di B1 Ekonomi yang beralih menjadi IKIP di Setiabudi, Jakarta Selatan. ”Dekannya dulu Sumitro Djojohadikusumo, bapaknya Prabowo Subianto. Kalau dosen bahasa Inggris, adiknya Sumitro. Perempuan. Saya lupa namanya,” kenangnya.
Sayang, karena tidak mampu membayar kuliah di UI, Soes hanya bertahan setahun. Baginya biaya perkulihan cukup mahal. Sebanyak Rp 240 rupiah. Padahal bisa diicicil tiga kali. Karena tidak bisa membayar, dia pun kuliah di Akademi Keuangan Bogor. Di bawah Badan Pengawas Keuangan (BPK).
”Dulu memang tidak ada duit. Miskin. Uang pensiun bapak juga tidak ada. Akhirnya saya putuskan kuliah di Bogor,” terang lelaki yang masih kuat bolak-balik Blora Sleman menggunakan motor ini.
Setelah lulus, dia bekerja di perusahaan negara milik Belanda di Jakarta. Saat itu dia digaji paling tinggi. Posisinya cukup stategis. Sebagai wakil kepala klaim dan asuransi. Layaknya bos, pulang-pergi dijemput mobil. ”Padahal kerjanya ngarang. Lha nggak ada kerjaan,” katanya cekikan.
Nasibnya berubah ketika hubungan Indonesia-Belanda menegang. Pemerintah membentuk Batalyon Serbaguna Trikora. Kebetulan, Soes ingin mencoba ke Irian. Akhirnya dia bergabung jadi sukarelawan.
Soesilo Toer, adik Pramodya Toer, merupakan doktor ekonomi politik yang kini menjadi pemulung sampah, dulu kaya raya.
- Seperti Kata Pramoedya, Menulis Adalah Bekerja untuk Keabadian
- Keluarga Pramoedya Puji Film Bumi Manusia
- Iwan Fals Sempat Takut Dipenjara Gegara Buku Bumi Manusia
- Demi Sosok Minke, Hanung Pukul Iqbaal Ramadhan
- Kata Zaskia Adya Mecca setelah Baca Novel Bumi Manusia
- Happy Salma Angkat Karya Pramoedya ke Panggung Teater