Soesilo Toer si Doktor Pemulung Sampah, Mulai Takut Mati (6)
Keramik yang tertata rapi di teras juga hasil mulung. Dia kumpulkan sedikit demi sedikit. Hari demi hari. Sampai delapan tahun. Bukan keramik utuh melainkan pecahan-pecahan. Ketika sudah cukup, lantas dipasang.
”Nah, yang begini ini nilainya lebih yang absolut. Saya justru bangga,” ujarnya sambil menunjuk keramik warna-warni yang menghiasi teras rumahnya.
Nah, kalau cangkir retak saja dia banggakan. Apalagi sprei. Maka ketika wartawan Radar Kudus ingin membatalkan rencana menginap, Soesilo kecewa.
Sprei itu dipergunakan untuk membungkus kasur tipis di kamar dekat ruang kerjanya. Itulah kamar yang dulu ditempati Pram -panggilan Pramoedya Ananta Toer- sewaktu masih tinggal di rumah itu. Kamar itu terletak di bagian kanan rumah.
Merupakan bangunan tambahan. Saat wartawan Radar Kudus masuk, kondisinya gelap. Listriknya mati. Ada sederet buku usang di rak yang menempel di tembok.
Kamar itu disediakan untuk para tamu yang ingin mengenang kehidupan Pram. Pernah ada beberapa dosen dari Jogja dan Jakarta yang menginap di kamar tersebut. Bahkan pernah juga tamu dari luar negeri.
Pemerintah Kabupaten Blora menangkap peluang. ”Kalau dibangun bisa menarik wisatawan,’’ kata Wakil Bupati Blora Arief Rohman yang ditemui di rumah kelahirannya.
Rumah Soesilo sebenarnya cukup besar. Lebar depan sekitar delapan meter. Panjangnya kira-kira 15 meter lebih. Halamannya bisa digunakan untuk bermain badminton.
Soesilo Toer, doktor ekonomi politik adik Pramoedya Ananta Toer, yang saat ini menjadi pemulung sampah, pernah menikmati hidup mewah di negeri orang.
- Seperti Kata Pramoedya, Menulis Adalah Bekerja untuk Keabadian
- Keluarga Pramoedya Puji Film Bumi Manusia
- Iwan Fals Sempat Takut Dipenjara Gegara Buku Bumi Manusia
- Demi Sosok Minke, Hanung Pukul Iqbaal Ramadhan
- Kata Zaskia Adya Mecca setelah Baca Novel Bumi Manusia
- Happy Salma Angkat Karya Pramoedya ke Panggung Teater