Solek Cleopatra
Oleh: Dahlan Iskan
.jpeg)
Sejak itu saya sering ke Tiongkok. Saya saksikan cepatnya pembangunan di sana. Sampai sekarang. Ketika salon-salon kelas dunia menggantikan baskom di pinggir jalan itu.
Saya mendarat di Addis Ababa ketika ibu kota Ethiopia ini sudah giat-giatnya bersolek. Trotoarnya dibuat lebar-lebar. Hampir tidak ada lagi gedung lama yang jelek. Pencakar langit bertumbuhan. Taman-taman kota dibangun. Lampu penerangan gemerlapan –tarif listrik memang murah di sini.
Pokoknya Addis Ababa bukan seperti Afrika yang kita kenal. Saya minta diputarkan kota sebanyak-banyaknya. Jangan-jangan ada kekumuhan di balik gedung-gedung baru itu. Tidak ada. Tidak ada lagi kampung lama yang penuh rumah petak milik orang miskin. Kampung-kampung di balik gedung-gedung baru itu juga sudah tertata.
Apakah ada China Town di Addis Ababa?
"Ada".
"Kita ke sana".
Kami pun keluar dari jalan utama yang gemerlapan. Kami masuk bagian kota yang lebih tersembunyi. Masuk jalan kecil. Barulah terlihat bagian yang belum cantik. Banyak rumah dan toko lama. Bercampur dengan toko baru dan hotel-hotel baru. Mulai ada toko dengan tulisan Mandarin. Belum banyak tapi mulai terasa ini bakal menjadi China Town masa depan.
Kawasan ini sebenarnya belum bisa disebut China Town. Masih campur dengan toko-toko dan rumah suku setempat. Bahwa kampung ini sudah disebut China Town ternyata karena ada satu restoran bernama China Town –terjemahan dari nama aslinya: Hotel Pecinan.