Soroti Travel Asing, PHRI Minta Pemerintah Adil

Soroti Travel Asing, PHRI Minta Pemerintah Adil
Maulana Yusran Sekjen PHRI - Tengah, bersama jajaran pengurus lainnya. Foto dok. Instagram PHRI

"Jika mereka tidak memiliki BUT, negara akan dirugikan dari potensi pendapatan pajak. Ini termasuk pajak komisi dan PPN," ujar Alan, panggilan akrabnya.

Untuk PPN, nilai potensi pajak dari transaksi OTA asing ditaksir mencapai sekitar Rp 3,18 triliun. Sementara, potensi kerugian dari pembebanan pajak komisi sebesar 1,1 persen mencapai Rp 318,67 miliar.

Selain itu, jika badan usaha asing tidak kantor tetap di Indonesia maka konsumen dirugikan ketika terjadi masalah. Misalnya, jika mengalami masalah reservasi, konsumen tidak bisa komplain karena OTA asing ini tidak memiliki kantor fisik di Indonesia. 

"Mereka hanya diberikan nomor telepon yang tidak jelas di mana lokasinya. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan kurangnya perlindungan konsumen ketika terjadi masalah," ucapnya.

PHRI telah melaporkan masalah ini kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sejak 2017 untuk menuntut keadilan dan penegakan peraturan. Namun, sampai sekarang itu penegakan UU 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan UU 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan masih belum digubris.

"Kami sudah melaporkan kepada pemerintah untuk menuntut keadilan, tetapi hingga kini respons dari Ditjen Pajak belum ada," terangnya.

Dia berharap pemerintah dapat segera mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan masalah ini. Jika OTA asing tidak mendirikan BUT, maka mereka harus ditutup. 

"Pemerintah sebagai regulator harus bersikap adil. Negara tidak boleh membiarkan sesuatu yang merugikan konsumen dan pelaku usaha lokal, apalagi ini pihak asing," pungkasnya. (esy/jpnn)

Soroti travel asing, PHRI minta pemerintah adil menegakkan aturan perpajakan kepada online travel agent (OTA) yang beroperasi di Indonesia.


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News