Spirit Farroupilha Tak Pernah Padam

Laporan TATANG MAHARDIKA dari Porto Alegre

Spirit Farroupilha Tak Pernah Padam
Spirit Farroupilha Tak Pernah Padam

Mundur satu dekade, di Porto Alegre lahir pula participedia. Yakni, keikutsertaan publik secara menyeluruh, termasuk kaum miskin dan tak terpelajar, dalam penentuan alokasi anggaran kota.

Penggalangannya dimulai dari tingkat paling bawah (bairro) yang membuat Porto Alegre akhirnya memiliki anggaran lebih besar untuk dua hal yang kerap dianaktirikan di Brasil: pendidikan dan kesehatan. Gerakan serupa ditiru 140 pemerintah municipio (kota) di Brasil.

Pada 1970-an para gaucho (koboi) Rio Grande do Sul memelopori pemogokan saat rezim militer Brasil sedang kuat-kuatnya. Pemberontakan 1930 yang menolak hasil pemilu dan akhirnya mendudukkan Getulio Vargas -seorang diktator tapi dikenal populis- juga bermula dari Porto Alegre.

Intinya, dari era ke era, Porto Alegre tak pernah berhenti melahirkan farroupilha (semacam ekstremis politik). Istilah itu lahir saat Rio Grande do Sul dua kali memberontak terhadap monarki lama Brasil pada periode Guerra dos Farrapos, antara 1930 sampai 1945. Memasuki abad ke-21, semangat farroupilha terus berkobar di Porto Alegre.

Gerakan menolak Piala Dunia 2014 yang bermula di Sao Paulo juga menjalar dengan cepat ke situ. Sebuah coretan berbunyi “Tolak Piala Dunia” terpampang cukup besar di sebuah halte bus.

Meski begitu, tidak berarti Porto Alegre hanya berisi politik dan perlawanan. Di Praca Montevideo Minggu siang waktu (23/3) setempat para aktivis berbaur santai dengan model dan figuran yang terlibat dalam syuting sebuah iklan.

“Tiap kali berkumpul, kami tak hanya membahas persoalan politik dan sosial. Sering juga yang santai-santai seperti makanan dan sepak bola,” kata Jenina. (*/c10/ca)

CORETAN di tembok Stasiun Mercado, Porto Alegre, itu cukup mencolok. Ditulis dengan piloks merah marun, bunyinya menohok: policia fascista! Polisi


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News