Sri Lanka Bangkrut, Ada Jebakan Utang Manghantui
jpnn.com, JAKARTA - Sri Lanka akhirnya mengalami kebangkrutan setelah gagal membayar utang luar negeri (ULN).
Akibat gagal bayar tersebut Sri Lanka kekurangan komoditas bahan bakar karena tidak mampu untuk melakukan impor.
"Kami sedang menghadapi situasi yang jauh lebih serius di luar kekurangan bahan bakar, gas, listrik, dan makanan," ujar Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe, dikutip dari Bloomberg, Kamis (23/6).
Pemerintah Sri Lanka, bahkan memutuskan untuk menutup sekolah dan menghentikan layanan pemerintahan untuk menghemat cadangan bahan bakar yang hampir habis.
Menurut Ranil, kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) merupakan jalan satu-satunya agar Sri Lanka bisa kembali pulih.
Menanggapi hal itu, pengamat ekonomi Bhima Yudhistira menilai kegagalan negara Sri Lanka membayar utang ke China harus menjadi pelajaran bagi negara lain, termasuk Indonesia.
Pasalnya, istilah jebakan utang China kembali ramai setelah Sri Lanka mengalami krisis ekonomi terparah dalam sejarahnya.
Negara berpenduduk 22 juta jiwa itu dinyatakan tidak mampu membayar utang luar negerinya, bahkan rasio utang Sri Lanka naik drastis dari 42 persen di 2019 menjadi 104 persen di 2021.
Sri Lanka akhirnya mengalami kebangkrutan setelah gagal membayar utang luar negeri (ULN).
- Kisah Sukses Nasabah PNM Mekaar, Ekspor Olahan Sisik Ikan ke Berbagai Benua
- ICEBM Untar 2024 jadi Sarana Percepatan Pencapaian SDGs untuk Semua Sektor
- RI Sulit Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Kalau Mengandalkan Kapasitas Fiskal
- Khofifah-Emil Punya Komitmen Konkret Menjadikan Jatim Episentrum Ekonomi Indonesia Timur
- Pemkot Kupang Dorong Kemudahan Investasi untuk Penyerapan Tenaga Kerja
- Garudafood Dorong Ekonomi Inklusif, Berdayakan UMKM