Sri Lanka Bukti Nyata Jebakan Utang China, Indonesia Bisa Jadi Korban Selanjutnya
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira menilai kegagalan negara Sri Lanka membayar utang kepada China harus menjadi pelajaran bagi negara lain, termasuk Indonesia.
Pasalnya, istilah jebakan utang China kembali ramai setelah Sri Lanka mengalami krisis ekonomi terparah dalam sejarahnya.
Negara berpenduduk 22 juta jiwa itu dinyatakan tidak mampu membayar utang luar negerinya, bahkan rasio utang Sri Lanka naik drastis dari 42 persen di 2019 menjadi 104 persen di 2021.
Menurut Bhima, salah satu penyebanya karena beban pengeluaran selama pandemi, utang infrastruktur dan kegagalan mengatasi naiknya harga barang atau inflasi.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) itu mengatakan ketergantungan akut Sri Lanka pada utang dimulai pada ekspansi proyek infrastruktur yang tidak masuk akal secara ekonomi.
Misalnya, Pelabuhan Hambantota dengan kerjasama utang dari China direncanakan menjadi hub pelabuhan internasional yang memuat kapal kapal kargo besar.
"Proyek tersebut masuk dalam OBOR (One Belt One Road) tahun 2017-2019. Faktanya, proyek pelabuhan Hambantota tidak sesuai rencana," ujar Bhima kepada JPNN.com, Senin (18/4).
Selain itu, pemerintah Sri Lanka kesulitan membayar pokok dan bunga utang mega-proyek dan akhirnya membuat China menguasai konsesi pelabuhan Sri Lanka hingga puluhan tahun.
Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira menilai kegagalan negara Sri Lanka membayar utang ke China harus menjadi pelajaran bagi negara lain, termasuk Indonesia.
- Dunia Hari Ini: Sri Lanka Punya Presiden Baru
- Terdakwa Gagal Bayar Bank Jambi Anggap JPU Tidak Rasional
- UBL dan Sri Lanka Kolaborasi Wujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi
- Putu Rudana Minta KBRI di Sri Lanka Fasilitasi Pemulangan PMI Asal Bali Korban TPPO
- Utang Luar Negeri Indonesia April 2023 Turun menjadi USD 403,1 Miliar
- Utang Biasa-Biasa