Sri Mulyani Khawatir Dunia Resesi Berjemaah, Indonesia Bagaimana?
jpnn.com, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kekhawatirannya terhadap ancaman resesi di tahun depan.
Sebab, ancaman tersebut kian nyata usai beberapa negara dunia menaikkan suku bunga acuan secara bersamaan.
Sebelumnya, sejumlah bank sentral dunia mengkerek naik suku bunga acuannya usai The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan di kisaran 3 -3,25 persen.
Selain itu, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) juga naik sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen, diikuti kenaikan suku bunga depsit facility sebesar 50 bps menjadi 3,50, dan suku bunga lending faclity 50 bps menjadi 5 persen.
"Bank Dunia menyampaikan, bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersaman maka dunia pasti mengalami resesi di 2023," ujar Sri Mulyani pada konferensi pers APBN Kita secara virtual, Senin (26/9).
Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan kenaikan suku bunga bisa membuat pertumbuhan ekonomi masing-masing negara terpukul.
Kemudian, Sri Mulyani menjelaskan tanda-tanda pelemahan ekonomi sudah mulai terlihat dari aktivitas Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur global yang turun dari 51,1 ke 50,3 per Agustus 2022.
Lebih lanjut, negara-negara G20 dan ASEAN, hanya 24 persen saja yang aktivitas manufakturnya masih di level ekspansi dan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yakni Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam, dan Arab Saudi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kekhawatiran terhadap ancaman resesi tahun depan.
- Denny JA Sebut Prabowo dapat Sentimen Negatif soal Pilkada Dipilih DPRD
- Alhamdulillah, Anggaran Kredit Investasi Padat Karya Mencapai Rp 20 Triliun
- Kabar Baik, Target KUR 2025 Naik jadi Rp 300 Triliun
- Banggar DPR RI Minta Pemerintah Menyiapkan 9 Langkah Setelah PPN 12 Persen Berlaku
- PT Akulaku Finance Indonesia Capai Kesepakatan Rp 600 Miliar dengan 3 Bank
- Hingga Kuartal III 2024, Pembiayaan Keuangan Berkelanjutan BSI Tembus Rp 62,5 Triliun