Srikandi, Sesepuh Komunitas Pasangan Kawin Campur di Indonesia

Dorong Perempuan Tak Kehilangan Jati Diri, Jaga Rumah Tangga Tetap Awet

Srikandi, Sesepuh Komunitas Pasangan Kawin Campur di Indonesia
Ries Woodhouse (kanan) dan Ida Friggeri. FOTO : PRIYO HANDOKO/JAWA POS
"Kalau sudah ke luar negeri, ikut tinggal di negara orang, jangan harap ada teman, nenek, kakek, atau sepupu, yang bisa langsung ditelepon dan memberi bantuan kalau lagi ada masalah," tuturnya.     

Dia mengisahkan pada 2000, dirinya ikut tinggal suami di Genewa. Ketika itu, Ries mendapati kasus seorang perempuan Indonesia yang menikah dengan pria asal Tunisia tapi berkewarganegaraan Swiss. Pria Swiss ini bertemu si perempuan Indonesia saat naik KA Bima dari Jakarta ke Surabaya pada 1990-an. Si perempuan kebetulan pramugari kereta.

Singkat cerita, keduanya menikah dan langsung tinggal di Swiss. Ternyata setelah diboyong ke Swiss, sang istri tidak boleh bergaul ke luar rumah. Bahkan, dia hanya boleh memasak dengan bahan-bahan makanan yang dibelikan suaminya. Anak-anaknya tidak boleh memakai bahasa Indonesia dan dilarang pulang ke tanah air.

"Si istri ini tidak boleh bikin makanan Indonesia karena dianggap bau, terutama sambelnya," kisah Ries. Karena tak kuat menahan derita batin selama bertahun-tahun, si perempuan Indonesia ini akhirnya kabur dari rumah sampai akhirnya kasus tersebut ditangani Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Jenewa.

TREN kawin campur antara warga Indonesia dengan orang asing. Untuk mewadahi pasangan gado-gado itu, saat ini terdapat sejumlah komunitas. Di antaranya,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News