Srikandi, Sesepuh Komunitas Pasangan Kawin Campur di Indonesia
Dorong Perempuan Tak Kehilangan Jati Diri, Jaga Rumah Tangga Tetap Awet
Senin, 14 Januari 2013 – 07:46 WIB

Ries Woodhouse (kanan) dan Ida Friggeri. FOTO : PRIYO HANDOKO/JAWA POS
"Kalau sudah ke luar negeri, ikut tinggal di negara orang, jangan harap ada teman, nenek, kakek, atau sepupu, yang bisa langsung ditelepon dan memberi bantuan kalau lagi ada masalah," tuturnya.
Dia mengisahkan pada 2000, dirinya ikut tinggal suami di Genewa. Ketika itu, Ries mendapati kasus seorang perempuan Indonesia yang menikah dengan pria asal Tunisia tapi berkewarganegaraan Swiss. Pria Swiss ini bertemu si perempuan Indonesia saat naik KA Bima dari Jakarta ke Surabaya pada 1990-an. Si perempuan kebetulan pramugari kereta.
Singkat cerita, keduanya menikah dan langsung tinggal di Swiss. Ternyata setelah diboyong ke Swiss, sang istri tidak boleh bergaul ke luar rumah. Bahkan, dia hanya boleh memasak dengan bahan-bahan makanan yang dibelikan suaminya. Anak-anaknya tidak boleh memakai bahasa Indonesia dan dilarang pulang ke tanah air.
"Si istri ini tidak boleh bikin makanan Indonesia karena dianggap bau, terutama sambelnya," kisah Ries. Karena tak kuat menahan derita batin selama bertahun-tahun, si perempuan Indonesia ini akhirnya kabur dari rumah sampai akhirnya kasus tersebut ditangani Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Jenewa.
TREN kawin campur antara warga Indonesia dengan orang asing. Untuk mewadahi pasangan gado-gado itu, saat ini terdapat sejumlah komunitas. Di antaranya,
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu